Platform medsos

Kastara.id, Jakarta – Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara melakukan pertemuan dengan CEO Telegram Pavel Durov di Kantor Kementerian Kominfo, Selasa (1/8) siang. Pertemuan ini membahas penanganan isu terorisme dan konten radikal yang berkembang dalam platform Telegram.

Pertemuan ini merupakan tindak lanjut dari kebijakan Kementerian Komunikasi dan Informatika untuk menonaktifkan 11 Domain Name System (DNS) layanan Telegram berbasis web. Keputusan yang dilakukan pada 14 Juli 2017 tersebut sempat menuai kecaman pengguna Telegram di Indonesia. “Saya mengapresiasi Telegram yang sangat responsif dalam menyikapi isu ini,” ujar Rudiantara.

Baca Juga: CEO Telegram Temui Menkominfo

Terkait dengan penanangan isu-isu terorisme, CEO Telegram Pavel Durov juga mempunyai komitmen yang sama. Telegram sangat peduli terhadap ancaman terorisme global, terutama untuk negara seperti Indonesia. Penting buat Pemerintah Indonesia dan Telegram untuk membuat Joint Statement terkait hal ini,” kata Durov.

Sebagai tindak lanjut dari komitmen ini, Kemenkominfo dan Telegram sepakat untuk mengatur dan mengelola prosesnya. Karena untuk menghadapi ancaman terorisme dan radikalisasi dibutuhkan kecepatan bertindak. Untuk itu, baik Rudiantara dan Pavel Durov sepakat prosesnya akan dibahas dalam pertemuan yang melibatkan tim teknis.

Direktur Jenderal Aplikasi Informatika Samuel A Pangerapan menambahkan, karena sudah ada itikad baik dan komitmen dari Telegram untuk mengelola dan menangani isu-isu yang mengancam negara, melalui penyebaran isu-isu terorisme dan konten radikalisasi, maka sesuai dengan prosedur yang diterapkan, 11 DNS Telegram berbasis web segera dipulihkan. “Minggu ini akan segera dipulihkan,” ujar Semmy.

Keputusan pemblokiran terhadap 11 DNS Telegram berbasis web dilakukan setelah Kementerian Komunikasi dan Informatika mengirimkan permintaan melalui email. Permintaan untuk menutup ribuan konten terorisme dan radikalisasi yang tersebar dalam 11 DNS itu dikirim mulai 29 Maret 2016 sampai 11 Juli 2017. Namun semua permintaan tersebut tidak mendapatkan tanggapan.

Mengenai hal itu, sebelumnya CEO Telegram Pavel Durov menyampaikan permohonan maaf atas kekeliruan tersebut dan mengakui telah menerima email komunikasi dari Kemkominfo pada 16 Juli 2017. Untuk menuntaskan isu tersebut, Kemenkominfo mengundang Pavel Durov ke Indonesia. (rfr)