Kominfo Google

Kastara.id, Jakarta – Kementerian Komunikasi dan Informatika terus melakukan pertemuan dengan para pemilik media sosial seperti telegram, dan Facebook, Twitter, dan Google, guna menangkal isu terorisme, radikalisme, dan konten negatif lainnya di media sosial.

Sebelumnya pemilik Telegram dan Facebook bertemu dengan Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara beberapa waktu lalu untuk membahas Service Level Agreement (SLA) dalam penanganan isu terorisme dan konten radikal serta konten negatif lainnya.

Kemudian, Jumat (4/8), pemilik Twitter dan Google menemui Menkominfo Rudiantara di Kantor Kemkominfo, Jakarta, membahas peningkatan SLA dalam penanganan isu terorisme dan konten radikal. Sedangkan pertemuan dengan pimpinan antara Penyedia Layanan Media Sosial Global dalam konteks mekanisme penanganan konten yang semakin cepat dan seksama terus dilanjutkan.

Dalam pertemuan tersebut Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara didampingi Direktur Jenderal Aplikasi Informatika sedangkan pihak Google diwakili perwakilan Google Asia Pacific Ann Lavin, serta perwakilan Google untuk Indonesia Shinto Nugroho. “Intinya membahas bagaimana meningkatkan SLA dalam menangani konten negatif di platform keluarga Google,” kata Menteri Rudiantara.

Menurut Rudiatara, kehadiran SLA yang sesuai ini merupakan pelayanan masyarakat sehingga masyarakat mendapatkan keyakinan akan penanganan konten bermuatan negatif secara baik dan responsif. “Dalam pertemuan, Google dan Kominfo telah sepakat untuk menerapkan sistem baru yang disebut Trusted Flaggers. Jika sebelumnya permintaan kepada Google dilakukan hanya lewat email. Selain itu juga ada Legal Removers untuk hal-hal berkenaan dengan pelaksanaan penegakan hukum,” ujar Menteri Rudiantara.

Dalam penanganan konten negatif, selama ini ada beberapa konten yang dianggap bertentangan dengan aturan dan budaya Indonesia namun tidak bertentangan jika menurut community guide, sehingga dianggap seolah ada pembiaran. Hal inilah yang mendorong pemerintah juga melibatkan komunitas atau masyarakat tertentu yang memiliki kapabilitas untuk menilai konten-konten dan menyampaikannya atau melaporkannya kepada penyedia layanan media sosial.

Trusted Flaggers merupakan pelaporan dengan cara memberikan flag pada konten tertentu yang dapat dilakukan oleh selain Kementerian Kominfo, juga dilakukan oleh masyarakat tertentu dari Civil Society Organization di Indonesia yang diakui dan dipercaya oleh Google.

Perwakilan Google Asia Pacific Ann Lavin mengatakan bahwa pihaknya bekerja sama dengan pemerintah untuk melatih para Trusted Flaggers ini. “Kami bekerja sama dengan pemerintah, kementerian, untuk melatih para flaggers. Trusted Flaggers ini berasal dari local expertise, jadi mereka ahli dalam menentukan dan membuat penilaian atas konten tertentu. Selain bersama Kemkominfo, Google juga akan melibatkan masyarakat melalui CSO (civil society organization) seperti ICT Watch, MAFINDO (Masyarakat Anti-Fitnah Indonesia), Wahid Institute,” kata Ann Lavin.

Sistem Trusted Flaggers saat ini masih dalam tahapan uji coba pilot project, dan diharapkan dalam 2-3 bulan ke depan sudah bisa berjalan sepenuhnya. Selain Trusted Flaggers, Google juga akan memberlakukan sistem Legal Removals yang berkaitan dengan legal dan penegakan hukum di Indonesia.

“Pemerintah dalam hal ini nggak sendiri, saya mau libatkan masyarakat sipil untuk meyakinkan bahwa ini bukanlah rezime of censorship. Tidak akan ada ruang untuk menyalahgunakan kewenangan terkait penanganan konten negatif di media sosial ini, yang dilakukan pemerintah betul-betul untuk kepentingan negara dan bangsa,” ujar Rudiantara. (rfr)