FPI

Kastara.ID, Jakarta – Peristiwa penembakan anggota Front Pembela Islam (FPI) oleh polisi di Jalan Tol Jakarta-Cikampek, Senin (7/11) lalu sempat menjadi misteri. Pasalnya kamera CCTV di tempat kejadian perkara (TKP) ternyata tidak merekam peristiwa itu. Pihak PT Jasa Marga berdalih telah terjadi masalah fibre optic di Tol Jakarta-Cikampek yang mengakibatkan kamera CCTV tidak bisa merekam kejadian tersebut.

Ternyata Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) menemukan bukti berbeda. Saat memberikan keterangan pers secara online (8/1), Ketua Tim Penyelidikan M Choirul Anam mengungkapkan bahwa kamera CCTV di lokasi penembakan anggota FPI telah diambil oleh polisi.

Anam menerangkan, pihaknya memperoleh informasi pengambilan kamera CCTV dari salah satu warung di rest area KM 50. Saat dikonfirmasi, Anam menyebut pihak kepolisian mengakui telah mengambil kamera CCTV. Polisi berdalih pengambilan dilakukan secara legal. Anam menyatakan pihaknya akan menunggu apakah hal ini nantinya menjadi pembuktian di proses pengadilan.

Keberadaan kamera CCTV dirasa penting dalam pengungkapan peristiwa ini. Pasalnya terjadi perbedaan antara pernyataan polisi dan FPI terkait ihwal penembakan. Dalam rekontruksi atau reka ulang kejadian, polisi menyebut penembakan terlebih dilakukan oleh anggota FPI. Namun polisi mengatakan, hasil rekonstruksi belum final. Tak menutup kemungkinan dilakukan rekonstruksi lanjutan apabila ada temuan baru.

Sedangkan menurut FPI, justru polisi yang menembak para anggotanya yang saat itu tengah mengawal Imam Besar Habib Rizieq Shihab (HRS). FPI membantah anggotanya melepaskan tembakan. Pasalnya tidak ada anggota FPI yang mempunyai senjata api.

Komnas HAM mengungkapkan, dua anggota FPI ditemukan meninggal setelah sebelumnya terjadi aksi tembak menembak. Sedangkan empat anggota FPI lainnya masih hidup saat dilakukan penangkapan di rest area KM 50. Selanjutnya mereka dibawa ke suatu tempat. Anam menyebut, pihaknya juga menemukan informasi lain di lokasi tersebut.

Anam menjelaskan, saat berada di tangan polisi, keempat anggota FPI itu justru meninggal dunia. Itulah sebabnya Komnas HAM mengkategorikan hal itu sebagai pelanggaran HAM berat. Menurut Anam, pemberian kategori pelanggaran HAM dikarenakan pihak kepolisian melakukan penembakan sekaligus terhadap empat orang dalam satu waktu.

Padahal seharusnya polisi bisa melakukan upaya lain untuk menghindari bertambahnya korban jiwa. Kejadian tersebut mengindikasikan adanya tindakan unlawful killing terhadap empat orang laskar FPI. Itulah sebabnya Komnas HAM merekomendasikan kasus tersebut dibawa ke pengadilan pidana demi tegaknya keadilan. (ant)