PT Delta Djakarta Tbk (DLTA)

Oleh: Tony Rosyid

PERPRES No 10 Tahun 2021 tentang miras sudah dicabut. Hanya berumur sebulan. Pemerintah, dengan segala dinamikanya, telah mendengar keluhan dan protes rakyat.

Kini giliran DPRD DKI yang masih belum berkeinginan mengakomodir usulan Gubernur Anies Baswedan untuk menjual saham bir di PT Delta Djakarta.

Pemprov DKI punya 26,25 persen saham di PT Delta Djakarta. Angka rupiahnya sekitar 1,2 triliun. Sudah diusulkan ke DPRD untuk dilepas sejak bulan Mei 2018. Tapi belum juga dapat tanggapan.

Kenapa harus dijual? Karena “bisnis Minol” menurut Anies tak relevan dengan orientasi pembangunan Pemprov DKI.

BUMD DKI berorientasi pada public Service. Dharma Jaya melayani kebutuhan dan mengendalikan harga daging untuk masyarakat. Food Station untuk mengurus kebutuhan pokok. Pasar Jaya beroperasi di pasar rakyat agar ketersediaan pangan dan harganya stabil. PD. Pembangunan Sarana Jaya untuk membangun infrastruktur di DKI. Dll.

Kalau saham di perusahaan bir untuk apa? Gak ada relevansinya dengan orientasi pembangunan DKI, kata Gubernur DKI. Cari duit? APBD DKI 87,9 Triliun di tahun 2019. Karena pandemi, APBD DKI 2021 masih sebesar 84,1 triliun. Sangat besar. Sementara deviden dari saham bir hanya 38 hingga 100,4. miliar. Tak signifikan bila dibanding kerusakan mental dan moral warga Jakarta akibat miras.

Untuk mengontrol dan mengendalikan peredaran miras? Ah, ada-ada aja. Itu ada aturan dan mekanisme pengawasannya sendiri.

Karena itu, saham bir di PT Delta Djakarta tak memiliki alasan untuk dipertahankan. Mesti dieksekusi “jual” karena tak memberikan kontribusi pembangunan yang signifikan.

Jika saham Pemprov DKI di PT Delta Djakarta itu dijual, Pemprov DKI akan dapat dana segar 1,2 T. Dana sebesar ini bisa untuk membangun instalasi air bersih di satu juta warga. Atau untuk membeli 240 bus Trans Jakarta. Juga bisa digunakan untuk membangun empat rumah sakit Tipe A.

Tekat Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan menjual saham bir ini sudah 35 bulan terganjal di DPRD. Rencana jual saham di PT Delta Djakarta diajukan Anies sejak bulan Mei 2018. Lalu Januari 2019 diajukan lagi, disusul Mei 2020. Terakhir bulan maret 2021 ini. Tapi, belum juga dibahas di DPRD.

Tentu tidak semua anggota DPRD yang menolak. Faktanya, banyak anggota DPRD yang sepakat dan setuju saham bir tersebut dijual. Terutama Fraksi PKS dan PAN. Tapi, mentok di Ketua DPRD-nya.

Yang paling Ngotot untuk menghalangi penjualan saham bir ini adalah Prasetyo. Ketua DPRD DKI asal dari PDIP uji bilang: “selama saya masih ketua DPRD, tak akan saya jual saham milik DKI di PT Delta Djakarta”.

Kenapa Prasetyo sengotot itu? Inilah yang menjadi pertanyaan publik selama ini.

Apakah gagalnya Anies memenuhi janji politiknya untuk menjual saham bir di PT Delta Djakarta akan membuat cacat track recordnya? Sepertinya tidak. Rakyat paham bahwa problemnya bukan di Anies. Tapi di DPRD. Terutama di Ketua DPRD. Anies sudah empat kali mengusulkan, tapi kewenangan ijin ada di DPRD. Dan DPRD tidak memberi ijin. Selanjutnya, yang dihadapi rakyat Jakarta terkait penjualan saham bir ini bukan lagi Anies, tapi ketua DPRD.

Saat ini momen yang tepat untuk mendesak DPRD DKI mengabulkan usulan Gubernur DKI melepas saham bir. Mumpung presiden mencabut Perpres Miras, dan rakyat sedang antusias memerangi Miras. (*)

* Pengamat Politik dan Pemerhati Bangsa.