HRS

Kastara.ID,  Jakarta – Meski Front Pembela Islam (FPI) sudah resmi dibubarkan namun ihwal pembubarannya masih menjadi pembicaraan publik. Banyak yang menduga ada kekuatan besar di balik terbitnya Surat Keputusan Bersama (SKB) pembubaran FPI yang ditandatangani enam pejabat pada Rabu (30/12).

Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD mengatakan, FPI dibubarkan karena tidak punya kekuatan hukum sebagai organisasi. Menurut Mahfud, FPI telah dianggap bubar sejak 21 Juni 2019 akibat tidak mengantongi Surat Keterangan Terdaftar (SKT) dari Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri).

Belakangan berkembang kabar pembubaran FPI adalah keinginan Presiden Joko Widodo (Jokowi). Terlebih Jokowi menyetujui terbitnya SKB pembubaran FPI. Majalah Tempo edisi 9 Januari 2021 melaporkan sejumlah pejabat yang mengetahui proses penerbitan SKB mengatakan pelarangan FPI adalah keinginan Presiden Jokowi.

Terutama setelah Imam Besar FPI Habib Rizieq Shihab (HRS) pulang dari Arab Saudi dan dijemput oleh ratusan ribu pendukungnya pada November 2020 lalu. Selain itu juga beberapa acara yang diadakan atau dihadiri HRS selalu dipenuhi massa dalam jumlah besar, seperti yang diselenggarakan di Petamburan, Jakarta dan Megendung, Bogor.

Dalam rapat kabinet terbatas yang digelar Senin (16/11), Jokowi meminta kepolisian bertindak lebih tegas terkait kerumunan massa akibat kegiatan-kegiatan HRS yang kini sudah ditahan di Rutan Polda Metro Jaya. Majalah Tempo menyebut keinginan Jokowi membubarkan FPI semakin kuat setelah menerima keluhan dari para pengusaha.

Sementara Ketua Tim Hukum FPI Sugito Atmo Prawiro mengatakan, permintaan pembubaran FPI berasal dari pengusaha bisnis haram seperti narkoba, prostitusi, perjudian, dan hiburan malam. Menurut Sugito, kehadiran FPI selama ini dianggap mengancam keberlangsungan aktivitas mereka dalam mengembangkan usahanya.

Saat berbicara kepada awak media (3/1), Sugito menyebut saat ini pemerintahan Jokowi bisa dengan mudah membubarkan sebuah organisasi kemasyarakatan atau Ormas.

Melalui Perppu Nomor 2 tahun 2017 tentang perubahan atas UU Nomor 17 tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan yang telah ditetapkan menjadi UU Nomor 16 Tahun 2017, pemerintah bisa membubarkan ormas tanpa melalui proses pengadilan. (ant)