Juliari Peter Batubara

Kastara.ID, Jakarta – Direktur Eksekutif Indonesia Future Studies (INFUS) Gde Siriana Yusuf meragukan uang hasil korupsi bantuan sosial (bansos) hanya dinikmati mantan Menteri Sosial (Mensos) Juliari Peter Batubara. Pasalnya jumlah kerugian negara dalam kasus ini terbilang fantastis.

Dari temuan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) diketahui terdapat 16,7 juta penerima Bansos di Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) yang tidak memiliki Nomor Induk Kependudukan (NIK). Hal ini diyakini mengakibatkan kerugian negara yang sangat besar

Saat memberikan keterangan (12/1), Gde Sriana yakin temuan KPK tersebut akurat. Temuan tersebut juga  menunjukkan adanya penerima bansos fiktif. Jika nilai bansos adalah Rp 300 ribu per paket, potensi kerugian negara bisa mencapai Rp 5 triliun. Jumlah tersebut melebihi besarnya fee yang diterima Juliari.

Politisi PDIP itu sebelumnya disebutkan menerima fee sebesar Rp 12 miliar dari paket Bansos periode pertama dan paket Bansos periode kedua sebanyak Rp 8,8 miliar. Gde Sriana pun mempertanyakan ke mana larinya uang sebesar itu. Menurut salah satu Deklarator Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI) ini sungguh tidak masuk akal jika uang sebesar itu hanya masuk ke kantong Juliari.

Sebelumnya KPK menyatakan menemukan 16,7 juta data penerima bansos fiktif. Pasalnya penerima bansos tersebut tidak tercantum Nomor Induk Kependudukan (NIK). Anehnya jumlah tersebut masuk dalam Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) yang menjadi basis data penerima bantuan sosial. Total keseluruhan data yang terdapat dalam DTKS sebanyak 97 juta orang.

Itulah sebabnya saat bertemu dengan Menteri Sosial Tri Rismaharini (11/1), pimpinan KPK meminta Kementerian Sosial memperbaiki DTKS. Hadir dalam pertemuan tersebut tiga pimpinan KPK yaitu Alexander Marwata, Nurul Ghufron, Nawawi Pomolango, dan Deputi Pencegahan KPK Pahala Nainggolan.

KPK menyarankan Risma menghapus 16,7 juta nama penerima bansos yang disinyalir fiktif itu. KPK juga akan berkoordinasi terkait surat rekomendasi KPK pada 3 Desember 2020 tentang penyampaian Kajian Pengelolaan Bantuan Sosial. (ant)