Kastara.id, Jakarta – Pengamat ekonomi Ichsanudin Noorsy mengatakan, utang luar negeri kita sudah lampu kuning. Beban utang Indonesia mencapai 34 persen lebih. Ini sudah memasuki level bahaya. “Bank Dunia menempatkan Indonesia pada level  30 persen. Ini level bahaya,” kata Noorsy dalam dialektika demokrasi ‘Utang Luar Negeri untuk Siapa?” bersama Ketua Banggar DPR RI Azis Syamsuddin dan politisi PDI Perjuangan Maruarar Sirait di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (13/7).

Menurutnya, jika beban utang luar negeri suatu negara itu fluktuasinya mencapai 30 %, maka dalam level bahaya. Bank dunia sudah menempatkan Indonesia pada level 30% tersebut di mana beban utang Indonesia berada pada 34,08%. Yang lebih memperihatinkan, katanya, dalam perjanjian utang itu ada poin-poin yang mendikte Indonesia dan berbau politis. Sehingga kita lihat bagaimana undang-undang Minerba yang lebih condong membela asing. ”Selama negara ini didekte oleh asing, maka Indonesia sampai 2020 – 2040 Indonesia tak akan mampu menghadapi kekuatan asing,” katanya.

Negara-negara yang memberi pinjaman kepada Indonesia adalah: Singapura (58 M dollar AS), Jepang (31 M dollar AS), Belanda (11 M dollar AS), Amerika Serikat dan lain-lain.

Sementara kalangan DPR RI meminta pemerintah lebih realistis untuk menargetkan pertumbuhan ekonomi maupun pajak. Hal itu agar mampu mewujudkan kesejahteraan rakyat, dan utang luar negeri tidak membebani negara. Namun, DPR optimis target pajak dan pertumbuhan ekonomi itu akan tercapai. Pada tahun 2017 ini target pertumbuhan 5,2 % dan realisasinya 5,1 %, sedangkan penerimaan pajak tidak memenuhi target di level Rp 1.307,6 triliun. “Harus ada keseimbangan antara pertumbuhan ekonomi dan target pajak yang dihasilkan. Memang ekonomi sedang melambat di seluruh dunia, tapi sektor riil ekonomi kecil dan menengah di Indonesia tetap tumbuh dengan baik,” ujar Maruarar Sirait.

Politisi PDI Pejuangan yang akrab dipanģgil ara in target pertumbuhan ekonomi 5,2 % tapi tumbuh 5,1 %, maka seharusnya kenaikan pertumbuhan ekonomi ini diikuti dengan kenaikan pajak. “Kondisi setiap negara memang berbeda-beda. Namun, Jokowi telah membangun pondasi perekonomian jangka panjang yang kuat dengan membangun berbagai insfrastruktur di seluruh Indonesia,” katanya.

Nah, kalau sekarang dalam kondisi sulit, maka DPR dia minta tidak menambah sulit dengan menaikkan gaji dan tunjangan. “DPR seharusnya mendukung alokasi anggaran negara untuk kesejahteraan rakyat, menyubsidi pertanian, dan usaha kecil menegah lainnya,” ujarnya.

Sementara Azis Syamsuddin menyatakan mendukung pertumbuhan ekonomi dan target pajak tersebut antara lain seluruh rakyat harus mempunyai NPWP (Nomor Pokok Wajib Pajak). Tapi, meski utang luar negeri kita terus naik, namun rasio utang negara masih aman. “Tak mungkin memang untuk mengejar pajak dan ekonomi sesuai target, karena butuh waktu. Tapi DPR akan berusaha maksimal dengan misalnya pembangunan infrastruktur itu tepat sasaran dan lain-lain,” kata politisi Golkar ini. (arya)