Persela Lamongan

Kastara.id, Jakarta – Stadion Surajaya memang menjadi kebanggaan para pemain dan suporter Persela Lamongan. Namun ada nilai lebih dalam diri penjaga gawang Choirul Huda yang selalu diungkapkannya kepada media yang mewawancarainya.

Ya, Choirul Huda memang telah memantapkan hatinya untuk menjadi pemain sepak bola profesional, dengan berlatih, berlatih, dan terus berlatih.

Stadion Surajaya yang sebelumnya hanya dipakai turnamen sepak bola antarkecamatan yang ada di Lamongan. Bagi lelaki kelahiran 2 Juni 1979 tersebut Stadion Surajaya memang sudah melekat dalam hatinya. ”Aku sudah akrab dengan Surajaya semenjak memasuki bangku SMA,” katanya.

Di masa SMA itu, Huda berlatih dengan klub lokal Merpati. Selain di Merpati, Huda juga mengasah kemampuannya di Lapangan Alun-Alun Lamongan.

Hingga akhirnya Huda menjadi bagian dari Persela yang juga bermarkas di Surajaya. Bersama orang-orang yang memiliki gelora dan semangat yang sama, Huda mulai membangun cinta dan kebanggaannya. Huda pun mampu membuktikannya dan dipercaya mengawal gawang Persela sekaligus menjadi kapten memimpin rekan-rekannya di lapangan dengan ketenangannya. Termasuk saat memberi komando dan mengangkat motivasi rekan-rekannya.

Posturnya menyakinkan dengan tinggi 185 cm. Refleknya pun menganggumkan. Huda juga tak pernah segan dan sungkan berduel dengan lawan. Tak pernah malas menjatuhkan badannya ke tanah untuk menghalau atau menangkap bola.

Kesetiaan Huda terhadap Persela membuatnya tak pernah tergoda untuk meninggalkan Surajaya. Huda tak ingin pergi dan akan selalu berada di sana. Hingga akhir hayatnya, Huda tercatat telah 16 tahun Huda berkostum Persela dan menjadi bagian dari perjalanan panjangnya di sepak bola. Dirinya sabar mengikuti kiprah Persela dari Divisi II hingga level tertinggi kompetisi di Indonesia.

Menurutnya, sepak bola bukan cuma tentang bermain dan menendang bola. “Juga bukan semata tentang menangkap bola kalau bagi kiper. Tapi sepak bola tersebut juga tentang kenyamanan,” ujarnya.

Berkostum Persela dan bermain di Surajaya adalah sebuah kenyamanan baginya. Ia merasa selalu mendapatkan kehangatan seperti berada di rumah sendiri dan juga dari para penghuninya.

”Selalu merasakan kebanggaan membawa nama kota tempat saya lahir. Dan itu pasti tidak akan saya dapatkan di tempat lain. Dengan Persela aku mendapatkan kehangatan manajemen, offisial tim, dan juga suporter,” tambahnya.

Namun diakuinya pula bahwa dirinya dan Persela tak melulu memperoleh hasil manis. Kekalahan dan juga caci-maki dari penonton kerap menghampirinya. Namun kekalahan dan juga kritik tersebut baginya merupakan oksigen yang menyegarkan perjalanan karirnya sekaligus meneguhkan cintanya bahwa di Surajaya dan Persela hatinya tertambat lewat sebuah kesetiaan.

Kini Choirul Huda telah mengakhiri perjalanan karirnya bersama Persela Lamongan. Huda memang telah pergi selamanya. Dan kesetiaan itu ternyata masih melekat di hati manajemen, pemain, dan juga suporter Persela Lamongan. (tri)