COVID-19

Kastara.ID, Jakarta — Wacana normalisasi pilkada pada 2022 dan 2023 atau sesuai jadwal lima tahunan yang sempat menguat seiring rencana revisi Undang-Undang (UU) Pemilu tampaknya tidak akan terealisasi. Pasalnya baik Pemerintah maupun mayoritas fraksi di DPR menginginkan pilkada serentak tetap digelar pada 2024 atau di tahun yang sama dengan penyelenggaraan pemilu nasional (pileg dan pilpres). Keputusan menggelar pemilu nasional dan pilkada serentak di tahun yang sama tentunya membutuhkan energi yang sangat besar agar bisa berjalan lancar, aman, demokratis, dan efektif baik dari sisi kesiapan penyelenggara maupun partisipasi masyarakat.

Anggota DPD RI Fahira Idris mengungkapkan, Pemerintah, DPR, dan juga penyelenggara pemilu (KPU, Bawaslu, DKPP) harus sudah mulai memetakan berbagai beban, tantangan, dan hambatan yang akan dihadapi gelaran Pemilu dan Pilkada 2024 dan mulai memformulasikan solusinya. Selain soal beban anggaran (pemilu menggunakan anggaran dari APBN, sedangkan pilkada menggunakan anggaran dari APBD atau Naskah Perjanjian Hibah Daerah) yang pasti akan mengalami kenaikan, stabilitas keamanan dan potensi bencana alam, kesiapan petugas penyelenggara pemilu yang harus maraton panjang menyelenggarakan tahapan pemilu dan pilkada juga harus menjadi perhatian ekstra.

“Jika memang nanti pemilu dan pilkada digelar di 2024, bangsa ini akan membutuhkan energi yang sangat besar untuk mempersiapkannya agar benar-benar berjalan baik. Kita tidak hanya akan dihadapkan pada kompleksitas penyelenggaraan, tetapi juga berbagai tantangan lain mulai dari beban anggaran, stabilitas keamanan, dan tingkat partisipasi masyarakat. Pengalaman kompleksitas Pemilu 2019 harus jadi pelajaran kita bersama,” ujar Fahira Idris di Jakarta (18/2).

Menurut Fahira, yang juga harus diperhatikan adalah panjang tahapan pemilu dan pilkada yang harus dilewati oleh rakyat akibat digelar di tahun yang sama. Walau jika nanti pileg dan pilpres digelar sekitar Maret 2024, tetapi tahapannya sudah dimulai sejak 20 bulan sebelumnya atau sekitar Juli 2022. Sementara jika pilkada serentak digelar misalnya pada November 2024 maka tahapannya sudah dimulai pada Oktober 2023 atau 11 bulan sebelum pencoblosan.

“Bayangkan betapa panjangnya ‘tahun-tahun politik’ yang akan dijalani oleh rakyat. Setelah Juli 2022 fokus bangsa ini mau tidak mau akan bergeser ke soal perhelatan demokrasi dan kontestasi politik yang tentunya sekali lagi akan membutuhkan energi besar agar bisa dikelola dengan baik. Pemerintah dan DPR harus benar-benar memperhatikan hal ini,” pungkas Fahira. (dwi)