Jamiluddin Ritonga

Kastara.ID, Jakarta – Reshuffle kabinet kembali mencuat setelah Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo dan Menteri Sosial Juliari P. Batubara ditangkap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Presiden Jokowi sebelumnya juga sudah memberi sinyal untuk me-reshuffle Kabinet Indonesia Maju.

Demikian diungkapkan Pengamat Komunikasi Politik Universitas Esa Unggul Jakarta M Jamiluddin Ritonga kepada Kastara.ID, Jumat (18/12).

“Reshuffle kabinet memang mendesak dilakukan bukan saja karena ada dua menterinya yang ditangkap KPK, tapi karena Kinerja Kabinet Indonesia Maju memang biasa-biasa saja,” tandasnya.

Menurut pria yang kerap disapa Jamil ini, kata biasa-biasa saja itu memang sering diungkapkan Jokowi dalam berbagai event. Jokowi tidak menyukai yang biasa-biasa saja, selalu menginginkan yang luar biasa agar tujuan dapat dicapai dengan maksimal.

“Agar Kabinet Indonesia Maju menjadi luar biasa, maka diperlukan penggantian pimpinan beberapa kementerian, selain tentunya Menteri KP dan Menteri sosial,” tandas Jamil.

Kementerian lain yang pimpinannya layak di-reshuffle, menurut Jamil adalah Menteri Komunikasi dan Informatika, Menteri Pendidikan, Menteri Hukum dan HAM, Menteri Koperasi dan UMKM, Menteri Perindustrian, Menteri Kesehatan, Menteri Ketenagakerjaan, Menteri Pertanian, Menteri Pemuda dan Olahraga, Menteri Pariwisata, serta Menteri Riset dan Teknologi.

Jamil juga melihat, wakil-wakil menteri juga perlu dievaluasi. “Kementerian yang ada wakil menterinya, tapi kinerja kementeriannya biasa saja sebaiknya ikut di-reshuffle. Bahkan demi penghematan cost, sebaiknya semua wakil menteri ditiadakan mengingat selama ini tidak diketahui kinerjanya,” papar Dosen Metode Penelitian Komunikasi ini.

Menurutnya, menteri yang akan diangkat sebaiknya yang profesional, memiliki trust, integritas, dan sense of crisis. “Aspek sense of crisis ini tampak kurang dimiliki para menteri saat ini,” sorotnya.

Jamil melihat sense of crisis perlu dimiliki setiap menteri mengingat ke depan Indonesia dan dunia masih dalam ketidakpastian. Tanpa sense of crisis, sang menteri akan sulit mendeteksi krisis sejak dini, termasuk kemampuannya untuk mengatasi krisis.

Menurut penulis buku Riset Kehumasan ini, para menteri yang akan masuk ke Kabinet Indonesia Maju juga perlu mendapat masukan dari KPK. Hal ini diperlukan agar para menteri yang mendampingi Jokowi nantinya tidak lagi terjerat korupsi.

Jamil melihatnya sebagai bukti komitmen Jokowi dalam memberantas korupsi. Sungguh ironis bila teriak berantas korupsi, tapi orang di sekitarnya justru melakukan korupsi.

“Kalau Jokowi memilih menterinya yang profesional, memiliki trust, berintegritas, dan punya sense of crisis, maka akan diperoleh Kabinet Indonesia Maju yang luar biasa. Ini hanya dapat dicapai bila Jokowi tidak banyak diintervensi partai pengusung,” tandas mantan Dekan FIKOM IISIP Jakarta 1996-1999 ini.

Jamil pun mengajak kita untuk menunggu, apa benar Jokowi tidak punya beban dalam memilih menteri. Hal itu bisa dibuktikan dengan segera mengumumkan reshuflle kabinet yang bukan biasa-biasa saja. (jie)