Bupati Halmahera

Kastara.id, Jakarta – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memastikan upaya hukum penahanan terhadap tersangka kasus dugaan korupsi proyek Kartu Tanda Penduduk Elektronik (E-KTP) yang juga Ketua DPR RI Setya Novanto (SN) adalah sah secara hukum.

Juru Bicara KPK Febri Diansyah yang dikonfirmasi di Jakarta, Senin (20/11) kembali meminta semua sama-sama melihat proses penahanan terhadap SN dari kacamata hukum, mengingat hal ini sudah jelas diatur dalam Pasal 21 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).

“Jika dianggap tergesa-gesa, kita harus lihat semua orang sama di mata hukum, kami sudah meminta rekomendasi tim dokter, dan bisa diperiksa dan bisa rawat jalan, jadi untuk kepentingan penyidikan kami tahan,” katanya.

Menurut Febri, pihaknya sudah menerbitkan surat penahanan sejak Jumat (17/11) malam tidak lama setelah SN diketahui dirawat di sebuah rumah sakit di Permata Hijau setelah terlibat kecelakaan, saat akan menuju sebuah stasiun televisi swasta. Usai terbit surat penahanan, KPK langsung melakukan penangguhan penahanan (pembantaran) sementara terhadap SN karena harus menjalani perawatan di RS.

Setelah dilakukan oservasi oleh tim dokter KPK dan dipindahkan ke RSCM Kencana, penyidik langsung menjemput SN untuk dilakukan pemeriksaan perdana dan langsung ditahan pada Minggu (19/11) malam.

Febri menuturkan, SN langsung menjalani pemeriksaan hingga Senin (20/11) dinihari sebelum akhirnya dibawa ke Rumah Tahanan Negara Kelas I Jakarta Timur Cabang KPK untuk ditahan selama 20 hari ke depan. “Unsur objektif dan subjektif penyidik sudah terpenuhi, tak ada prosedur yang dilanggar KPK,” tutur Febri.

Sebelumnya, KPK telah menetapkan SN sebagai tersangka. SN selaku Anggota DPR periode 2009–2014 bersama-sama dengan Anang Sugiana Sudihardjo, Andi Agustinus, Irman selaku Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kemendagri, dan Sugiharto selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kemendagri, diduga secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara dalam pengadaan paket penerapan KTP Elektronik tahun 2011-2012 pada Kemendagri.

Dalam kasus ini, negara diduga mengalami kerugian sekurangnya Rp 2,3 triliun dari total nilai paket pengadaan sekitar Rp 5,9 triliun. Atas perbuatannya, SN disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) subsider Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. (npm)