RUU Penyiaran
Kastara.id, Jakarta – RUU Penyiaran kembali jadi polemik sehinģga menambah panjang pembahasannya di DPR. Bahkan terkesan RUU ini sengaja diulur-ulur agar tidak selesai pada waktunya dan menguntungkan kelompok tertentu

Direktur Indonesian Publik Institute (IPI) Karyono Wibowo melihat gelagat kurang baik ini. Bahkan menurut dia ada sebuah desain asing untuk menghancurkan budaya nasional yang hendak merusak tatanan budaya lewat media penyiaran (televisi). Hal ini dilontarkan Karyono terkait adanya polemik RUU Penyiaran yang sedang dibahas DPR.

Karyono mengatakan, tidak boleh lembaga penyiaran itu, menyiarkan dan menayangkan program yang tidak sesuai dengan nilai-nilai  budaya yang ada di Indonesia.

“Yang menjadi rambu-rambunya itu adalah ideologi yang menjadi dasar negara. Yang menjadi padangan hidup bangsa Indonesia,” tegasnya saat dihubungi, Kamis (1/2).

Karyono menegaskan, selama ini kan terlalu bebas. “Memang ada Komisi Penyiaran Indonensia (KPI-red) yang memantau tapi kurang maksimal. Sebab, masih banyak tayangan-tayangan yang tidak memberikan pendidikan bagi masyarakat. Jadi, sangat perlu masalah penyiaran ini diatur,” katanya.

Yang menjadi pedoman, lanjut Karyono, lembaga penyiaran itu tidak boleh bertentangan dengan nilai-nilai ideologi. “Juga tidak boleh bertentangan dengan kearifan lokal yang ada di Indonesia. Sebab pengaruh media, yakni televisi itu di Indonesia paling besar. Media yang paling banyak diakses oleh masyarakat adalah televisi,” ucapnya.

Karena itu, katanya, televisi memiliki peranan yang sangat penting dalam membentuk mind set, membentuk budaya dan membentuk perilaku masyarakat. “Makanya, negara harus hadir untuk mengatur lembaga penyiaran. Sehingga lembaga penyiaran tidak hanya berorientasi pada profit oriented semata,” tegas pengamat sosial dan politik ini.

Sebelumnya, Badan Legislatif DPR menilai, RUU Penyiaran yang telah dibahas Komisi I akan menciptakan pergeseran baru terkait monopoli industri pertelevisian yang selama ini didominasi perusahaan swasta. RUU tersebut bahkan dinilai melanggar dua UU dan Peraturan DPR.

Menurut Ketua Badan Legislatif DPR Firman Subagyo, draf RUU Penyiaran tersebut akan memerintahkan beberapa perusahaan swasta di industri pertelevisian untuk menyerahkan sebagian frekuensinya kepada pemerintah, sehingga nantinya swasta hanya bisa memiliki satu frekuensi.

“Frekuensi milik swasta yang akan dikembalikan ke pemerintah tujuannya agar tidak terjadi monopoli di swasta. Tetapi, kondisi tersebut justru akan menggeser bentuk monopoli yang akan dilakukan pemerintah melalui UU Penyiaran,” kata Firman di Gedung DPR Jakarta, Kamis (1/2). (danu)