Pekerja Migran Indonesia

Kastara.id, Jakarta – Sejumlah kasus yang dialami pekerja migran Indonesia (PMI) di luar negeri dinilai akibat rendahnya kompetensi mereka. Hal itu diungkapkan oleh Ketua DPR RI Bambang Soesatyo dalam keterangannya, Minggu (31/3), menanggapi kasus Zaini Misrin, pekerja migran asal Madura yang dihukum pancung di Arab Saudi beberapa waktu lalu.

“Sejumlah kasus yang menimpa PMI akibat rendahnya kompetensi,” kata Bambang Soesatyo.

DPR turut prihatin terhadap kekerasan fisik maupun verbal yang dialami PMI di luar negeri, termasuk gaji yang tidak dibayar majikannya.

Menurut pria yang akrab disapa Bamsoet ini, dirinya telah meminta Komisi IX DPR untuk mendorong Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) melalui Perusahaan Jasa Tenaga Kerja Indonesia mewajibkan calon PMI agar mendapatkan sertifikasi resmi sesuai bidang keahlian dari Pusat Pelatihan Kerja Daerah atau Balai Latihan Kerja yang dimiliki Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi setempat.

Hal itu juga diatur dalam Konvensi Internasional Labour Organization (ILO) Nomor 181/1997 tentang Penyalur Tenaga Kerja Swasta serta UU 18/2017 tentang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia di Luar Negeri.

Ditambahkan Bamsoet, Komisi IX DPR perlu mendorong Kemenaker untuk meninjau kembali program Zero Penata Laksana Rumah Tangga yang dicanangkan pada 2017 bagi PMI agar dapat terealisasi.

Jika hal itu terealisasi, para calon tenaga kerja akan memiliki keahlian spesifik dan tidak rentan terhadap penganiayaan, mengingat tingkat penganiayaan terbesar terjadi pada PLRT.

Bamsoet juga sepakat terhadap nota kesepahaman perlindungan PMI dengan Arab Saudi perlu ditingkatkan melalui nota kesepakatan. “Segala upaya yang bertujuan untuk melindungi TKI di luar negeri harus dilakukan pemerintah,” tandasnya.

Selain itu, Komisi I , Komisi III, dan Komisi IX perlu mendorong Kementerian Luar Negeri, Kementerian Ketenagakerjaan, polisi, dan Ditjen Imigrasi secara bersama berkoordinasi untuk memberantas mafia tenaga kerja dengan lebih selektif sejak pengajuan paspor, keberangkatan di bandara, hingga pengawasan kedutaan besar Indonesia di negara tujuan.

Terkait peratutan tenaga kerja asing di Arab Saudi, Ketua Komisi IX DPR Dede Yusuf pernah menyatakan menyatakan sebelumnya bahwa pemerintah Arab Saudi ternyata sudah merevisi peraturan tentang tenaga kerja asingnya, termasuk dari Indonesia. “Namun mereka meminta kita membuka moratorium, kami tolak,” ujar Dede.

Menurut Dede, pemerintah dan DPR hanya setuju penghentian pengiriman tenaga kerja (moratorium) ke Arab Saudi dibuka secara terbatas. Hal itu semata-mata untuk menjaga hubungan baik kedua negara. “Kami ingin tahu dulu itikad mereka dan mereka menuruti dengan merevisi perlindungan tenaga kerja asingnya,” pungkasnya. (danu)