Kastara.ID, Jakarta – Menteri Perindustrian (Menperin) Airlangga Hartarto mengatakan pertumbuhan ekonomi Indonesia terus menunjukkan tren yang positif, dengan rata-rata di atas 5% per tahun. Hal ini tidak terlepas dari peran sektor manufaktur yang memberikan kontribusi terbesar terhadap PDB nasional.

“Banyak pihak akan mengatakan bahwa pertumbuhan ini masih dapat didorong lagi. Ekonomi kami besar dan sekarang sudah di jalur yang tepat sebagai salah satu ekonomi terbesar dunia,” kata Menperin pada kunjungan kerjanya di Tokyo, Jepang, Jumat (31/5).

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), industri pengolahan masih memberikan kontribusi terbesar kepada struktur produk domestik bruto (PDB) nasional hingga 20,07 persen pada triwulan I tahun 2019. Jumlah tersebut naik dibanding capaian sepanjang tahun 2018 sebesar 19,86 persen.

Kemudian, pada periode yang sama, sektor manufaktur berkontribusi hingga 22,7% terhadap total investasi dengan nilai Rp195 triliun. “Hal tersebut menunjukkan bahwa perekonomian Indonesia terus ekspansif dan sangat prospektif bagi para investor,” ungkap Airlangga.

Melalui potensi tersebut, Indonesia dipertimbangkan menjadi manufacturing hub di ASEAN dan sebagai basis produksi bagi produsen global untuk memenuhi kebutuhan pasar domestik dan ekspor. “Banyak yang menyebut Indonesia sebagai salah satu destinasi investasi dunia.Karena itu, pemerintah berkomitmen untuk terus mendorong investasi dengan menciptakan iklim usaha yang kondusif dan menyediakan insentif menarik untuk industri,” ujarnya.

Untuk kemudahan berinvestasi, lanjut Airlangga, Pemerintah Indonesia telah meluncurkan Online Single Submission (OSS). Dengan sistem tersebut, para investor akan dipermudah dalam pengurusan izin usaha. Contohnya, ketika datang ke kantor Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), dalam tiga jam sudah bisa mendapat izin usaha, termasuk tax holiday untuk sektor-sektor industri yang didukung pemerintah.

“Kami berhasil melakukannya dengan menarik lebih banyak investasi melalui kebijakan tax holiday yang agresif, yang ditujukan kepada perusahaan yang berinvestasi dari USD 30 juta hingga USD 2 miliar, yang bisa mendapat tax holiday dalam durasi 5 sampai 20 tahun,” terangnya.

Lembaga pemeringkat Standard and Poor’s (S&P) Global Ratings meningkatkan peringkat utang jangka panjang atau sovereign credit rating Indonesia dari BBB- menjadi BBB dengan outlook stabil pada 31 Mei 2019. Dengan demikian, Indonesia kini memperoleh status layak investasi atau investment grade dari ketiga lembaga pemeringkat internasional, yakni S&P, Moody’s, dan Fitch.

Pusat manufaktur ASEAN

Airlangga pun menyebutkan, di tahun-tahun mendatang, akan ada lebih banyak kebijakan fiskal dan sektor yang difasilitasi oleh pemerintah. Upaya strategis ini diyakini mampu memacu pertumbuhan industri dan ekonomi ke level selanjutnya.

“Indonesia diproyeksikan menjadi pusat manufaktur di ASEAN dengan beberapa sektor industri yang telah memiliki struktur mendalam, mulai dari hulu hingga hilir, seperti otomotif, tekstil dan garmen, makanan dan minuman, logam, serta dan kimia,” ungkapnya.

Di sektor otomotif, Indonesia memiliki potensi besar karena produksi mobil tahun lalu mencapai 1,34 juta unit dengan nilai USD 13,8 miliar per tahun. “Saat ini, terdapat empat perusahaan otomotif utama yang menjadikan Indonesia sebagai pemain penting dalam global supply chain,” terangnya.

Airlangga menyampaikan, Pemerintah Indonesia tengah menyusun peta jalan industri otomotifuntuk menjadi pabrikan kendaraan rendah emisi terbesar di ASEAN, khususnya yang menggunakan teknologi Electrified Vehicle (EV).

Selain itu, Pemerintah Indonesia juga telah menyiapkan insentif fiskal untuk kendaraan listrik serta regulasi yang efektif untuk mendukung industri kendaraan listrik. Bahkan, pemerintah akan menawarkan super deductible tax hingga 200% bagi industri yang melakukan kegiatan Research & Development (R&D), serta merencanakan lebih banyak peluang lain di tahun-tahun mendatang.

“Kami mengundang Anda untuk datang ke Indonesia dan melihat sendiri peluang-peluang yang ada. Saya dapat menyampaikan, selama dua hari di Tokyo, saya telah bertemu dengan pimpinan perusahaan Jepang yang terlihat sangat puas dengan Indonesia. Dari pertemuan-pertemuan tersebut, saya optimis akan ada tambahan investasi dari Jepang ke Indonesia,” papar Airlangga saat bicara di hadapan para pengusaha Jepang.

Ekonomi digital

Airlangga menambahkan, seiring diimplementasikannya peta jalan Making Indonesia 4.0, ekonomi digital di Indonesia tumbuh pesat. Sebanyak tujuh unicorn di ASEAN, empat di antaranya berasal dari Indonesia, yakni Bukalapak, GoJek, Tokopedia, dan Traveloka.

“Kami ucapkan terima kasih kepada Nikkei, kemarin CEO GoJek mendapat penghargaan inovasi ekonomi dan bisnis. GoJek dan Tokopedia bahkan sudah menjadi decacorns saat ini,” ucapnya.

Airlangga menuturkan, perusahaan startup dan tech-wizard tersebut telah berkontribusi hingga USD 10 miliar terhadap perekonomian. “Ini masih di bawah potensi mereka dan target kami cukup tinggi, yaitu USD 150 miliar pada 2025,” terangnya. Untuk mencapai target ini, pemerintah terus mendorong agar dapat menciptakan lebih banyak lagi unicorns atau decacorns.

Tak hanya itu, Airlangga menyebut akan ada lebih dari dua perusahaan yang berpotensi menyusul sebagai decacorns dalam 1-2 tahun. “Itulah mengapa kami yakin industri 4.0 akan memperkuat kebijakan ekonomi inklusif karena berdasar pada kolaborasi antara industri besar dengan Industri Kecil dan Menengah (IKM),” ujarnya.

Airlangga mengungkapkan, Indonesia memiliki kelebihan solid demographic bonus, sehingga platform e-commerce saat ini telah menyaingi toko konvensional. “Bukalapak dan lainnya memiliki 5 juta vendor, masyarakat yang mengunjungi website sekitar 30 juta. Penjualannya sekitar USD 4.000 per tahun, dari sini dapat dilihat economy of scope pasar digital di Indonesia,” jelasnya.

Meski saat ini industri manufaktur Indonesia menitikberatkan pada digital, namun dengan berbagai regulasi yang dikeluarkan, pemerintah berusaha menyeimbangkan industri yang lebih tradisional atau konvensional dengan yang berteknologi tinggi karena harmoni antara keduanya sudah berjalan cukup lama.

“Saya tegaskan, Indonesia hari ini berbeda dengan 10 tahun lalu. Saat itu, kami bergantung pada ekspor komoditas, namun lima tahun terakhir, Indonesia fokus pada ekspor sektor manufaktur yang bernilai tambah tinggi,” pungkasnya. (mar)