Jamiluddin Ritonga

Kastara.ID, Jakarta – Pemprov DKI Jakarta dengan kebijakan memperketat PSBB sudah pada relnya. Dengan konsisten melihat titik berat persoalan pandemi Covid-19 dari sisi kesehatan, dan bukan dari sisi ekonomi.

Pemprov DKI Jakarta juga yakin sisi ekonomi akan mengikuti bila sisi kesehatan dapat diatasi dalam penanganan Covid-19. Inilah dasar utama DKI Jakarta menarik rem kembali ke PSBB.

Demikian disampaikan Pakar Komunikasi Politik Universitas Esa Unggul M Jamiluddin Ritonga kepada media (30/9).

Hanya saja Jamiluddin menyayangkan bahwa DKI Jakarta terkesan sendirian, lantaran dukungan Pemerintah Pusat tampak setengah hati. “Pusat tetap mengambil jalan tengah dengan memadukan sisi kesehatan dan ekonomi dalam penanganan Covid-19,” ujar Jamiluddin.

Dalam melaksanakan PSBB yang diperketat, Jamiluddin mengatakan bahwa Pemprov DKI Jakarta sudah menggunakan semua pola komunikasi.

“Dengan Pemerintah Pusat, digunakan pola komunikasi dari bawah ke atas (bottom up). Dengan Pemprov Jawa Barat dan Pemprov Banten, sudah digunakan pola komunikasi horizontal. Sementara dengan Bekasi, Bogor, Tangerang Selatan, dan Tangerang, digunakan komunikasi diagonal,” jelas penulis buku Tipologi Pesan Persuasif ini.

Jamiluddin menambahkan, karena masing-masing pihak sudah menetapkan kebijakan sendiri dalam menangani pandemi Covid-19, maka pola komunikasi yang diterapkan Pemprov DKI Jakarta belum membuahkan hasil optimal.

“Di lingkup DKI Jakarta, pola komunikasi tersebut juga sudah dilaksanakan. Komunikasi horizontal dilakukan dengan Kodam Jaya dan Polda Metro Jaya. Komunikasi vertikal dilaksanakan antara Pemprov DKI Jakarta dengan warga Jakarta. Begitu juga komunikasi bottom up antara warga Jakarta dengan Pemprov DKI Jakarta,” imbuhnya.

Yang masih perlu diintensifkan adalah komunikasi sesama warga DKI Jakarta. “Pola komunikasi horizontal ini dapat dilakukan antara RE atau RT dengan warganya atau antara opinion leader dengan warga,” ungkap Dosen Riset Kehumasan Universitas Esa Unggul ini.

Jamiluddin menjelaskan, kalau pola komunikasi ini diintensifkan, diharapkan akan tumbuh kesadaran bersama dalam menghadapi pandemi Covid-19. “Khususnya kepatuhan pada pelaksanaan protokol kesehatan,” katanya.

Komunikasi berisi ancaman atau menakutkan juga sebaiknya diminimalkan, sebab masyarakat yang terus menerus diberi pesan menakutkan, dapat membuat masyarakat menjadi kebal atau imun.

“Hal ini dapat membuat masyarakat jadi masa bodoh atau akan hilang rasa takutnya terhadap bahaya Covid-19,” papar mantan Dekan Fikom IISIP Jakarta tersebut.

Jamiluddin menyarankan, sebaiknya Pemprov DKI Jakarta mengkombinasikan imbauan pesan rasional dan moral dalam mengajak warga DKI Jakarta melaksanakan protokol kesehatan.

“Pesan kombinasi rasional dan moral dapat menjangkau semua segmen pendidikan warga Jakarta. Namun ini akan efektif bila pimpinan DKI Jakarta dan Pimpinan Nasional dapat menjadi teladan,” tegasnya.

Ia juga mengimbau, pimpinan harus mampu memberi contoh yang benar dalam melaksanakan protokol kesehatan. “Semua upaya itu dapat membuahkan hasil bila Jakarta dapat mengajak Bogor, Bekasi, Depok, Tangerang Selatan, dan Tangerang juga melakukan hal yang relatif sama,” katanya.

Tentunya hal itu sulit dilakukan Pemprov DKI Jakarta. Untuk itulah, lanjutnya, bantuan Pemerintah Pusat sangat diperlukan agar wilayah sekitar Jakarta bersedia ikut kebijakan DKI Jakarta.

“Masalahnya, apakah Pusat mau optimal mendukung kebijakan Pemprov DKI Jakarta dalam mengatasi pandemi Covid-19,” tandas mantan Evaluator Harian Umum Suara Pembaruan ini. (rar)