Kafir

Kastara.ID, Jakarta – Presiden Joko Widodo (Jokowi) meminta semua pihak serius menangkal masuknya paham radikalisme. Secara khusus Jokowi menugaskan Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam) Mahfud MD mengkoordinir upaya mencegah penyebaran paham radikalisme di Indonesia.

Saat memimpin rapat Rapat Penyampaian Program dan Kegiatan di Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan di Kantor Presiden, Jakarta, kemarin (31/10), Jokowi meminta Mahfud menjalankan program deradikalisasi. Hal ini guna menguatkan kembali konsep kebersatuan dalam keberagaman dan keberagaman dalam kebersatuan.

Dalam rapat tersebut Jokowi juga melontarkan usulan mengubah istilah radikalisme dengan manipulator agama. Namun mantan Gubernur DKI Jakarta ini menyerahkan kepada Mahfud MD, apakah istilah tersebut bisa digunakan atau tidak.

Secara khusus Jokowi juga memerintahkan Menteri Agama (Menag) Fachrul Razi ikut menumpas radikalisme. Pasalnya, agar program deradikalisasi berjalan dengan baik, Kementerian Agama (Kemenag) juga harus melibatkan lembaga yang lain.

Sementara itu Ketua Pengurus Pusat (PP) Muhammadiyah Dadang Kahmad mengaku tidak mempermasalahkan pengubahan istilah radikalisme dengan manipulator agama. Saat berbicara pada Jumat (1/11), Dadang menilai penggantian istilah tidak terlalu penting. Menurutnya yang terpenting adalah jangan sampai radikalisme atau manipulator agama dikaitkan dengan agama tertentu.

Guru Besar Sosiologi Agama pada Universitas Islam Negeri Sunan Gunung Djati, Bandung, ini menyebut, yang terpenting dalam upaya pemberantasan radikalisme adalah mengembalikan ajaran agama kepada sifat aslinya, yakni kebaikan. Selain itu tidak boleh digunakan untuk kejahatan. Hal itu demi kebahagiaan orang, baik di dunia maupun di akhirat.

Dadang menambahkan pemberantasan radikalisme juga akan selesai jika keadilan dan kesejahteraan rakyat bisa diwujudkan dengan nyata. Radikalisme akan hilang jika kemiskinan, kebodohan, dan aspek kesejahteraan lain bisa diwujudkan. (rya)