Kastara.ID, Jakarta – Sarnadi Adam yang lahir di Simprug, Kebayoran Lama, Jakarta Selatan, 27 Agustus 1956, memilih menggunakan media lukisan sebagai upaya menjaga dan melestarikan seni budaya Betawi.
Lewat goresan kuasnya di atas kanvas, dia coba menggambarkan seni dan budaya Betawi dari sisi yang lebih humanis agar tak lekang ditelan zaman. Salah satunya, lukisan tentang dialog tujuh perempuan penari Betawi yang dipamerkannya di Hotel Fairmont, Jl. Asia Afrika No.8, Jakarta Pusat.
“Selain menjadi sumber energi inspirasi dan menuangkan rasa cinta, melukis merupakan salah satu cara yang saya lakukan dalam merawat serta melestarikan kesenian dan kebudayaan Betawi,” ujarnya.
Bukan cuma tentang penari, jebolan Institut Seni Indonesia (ISI) Yogyakarta ini juga menampilkan lukisan yang kental nuansa Betawi lainnya. Seperti lukisan Palang Pintu, Panen Ikan 1 dan 2, Warung Di Kampung Rawa Simprug, Rumah Tua Jalan Pejagalan, dan Pelabuhan Sunda Kelapa 1.
Dituturkan Sarnadi, bakat melukisnya sudah ada sejak masih kanak-kanak. Saat itu, dia gemar membuat gambar di atas tanah sehabis hujan dengan menggunakan reranting pohon.
Kecintaan dan keseriusannya terhadap seni lukis kemudian mulai dilakoninya hingga kependidikan formal di sekolah menengah seni rupa Indonesia dan Institut Seni Indonesia (ISI) di Yogyakarta.
“Pada 1979 saya mulai konsisten melukis hal-hal yang berkaitan dengan ke-Betawi-an, mulai dari gaya hidup, adat istiadat, situasi, kondisi serta seni dan budaya Betawi tentunya dengan gaya dekoratif nostalgis,” bebernya.
Menurutnya, seni dan budaya Betawi yang artistik ditambah kehidupan sosial masyarakat yang rukun dan damai menjadi inspirasi menarik dalam lukisannya.
“Namun, dalam melukis saya kerap melukis obyek seni pertunjukan yaitu tari. Sebab, seni tari Betawi mewakili berbagai budaya,” ucap dosen seni lukis di Universitas Negeri Jakarta (UNJ) ini.
Saat ini, 44 tahun lebih, dia sudah berkarya serta melukis seni dan budaya Betawi. Selama itu pula ia menjadi penyaksi dari setiap perkembangan fisik Kota Jakarta.
“Saya melihat, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta sangat perduli dan perhatian terhadap kelestarian dan perkembangan seni dan budaya Betawi. Contohnya, dengan menampilkan kesenian Betawi dalam setiap HUT Kota Jakarta dan event-event kesenian lainnya yang ada di Ibukota,” tuturnya.
Agar budaya dan seni Betawi tetap lestari dan abadi, Sarnadi mengusulkan agar Pemprov DKI mendirikan sekolah seni setingkat SMK yang kurikulumnya khusus mempelajari seni dan budaya Betawi.
“Dibutuhkan sekolah khusus yang terus mempelajari kesenian, kebudayaan, dan pakem-pakem Betawi,” tandasnya. (hop)