Oleh: Muhammad AS Hikam

Kabar bahwa mantan Menko Kemaritiman Rizal Ramli memutuskan untuk maju dalam Pilgub DKI 2017, diyakini bisa mengubah dinamika pertarungan merebut posisi DKI-1 jika parpol yang belum punya kandidat bersedia mengusungnya. Hal itu disebabkan karena hanya sosok Rizal Ramli yang memiliki kapasitas paling baik sebagai pengubah permainan (game changer) politik DKI yang selama ini terkesan telah berada dalam alur plot yang dibuat dan dikendalikan, serta didominasi oleh sang petahana, Gubernur Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok.

Dibanding dengan kandidat calon lainnya termasuk para mantan menteri seperti Yusril Ihza Mahendra dan Adhyaksa Dault, serta balongub Gerindra, Sandiaga Uno, sosok Rizal Ramli lebih memiliki daya tarik bagi pemilih potensial di DKI serta elektabilitas yang mampu mengimbangi Ahok. Selain dikenal sebagai figur yang profesionalitasnya diakui dunia, Rizal Ramli juga punya pengalaman yang lama di panggung politik nasional sejak tahun 70-an. Juga dengan rekam jejak yang sangat baik karena konsistensinya antara visi dengan kebijakan dan program yang dibuatnya.

Rizal Ramli mampu merangkul berbagai kekuatan strategis dalam masyarakat sipil Indonesia, termasuk, tetapi tak terbatas pada ormas-ormas keagamaan besar, para pengusaha nasional, elit parpol, kalangan aktivis prodemokrasi, kalangan buruh, para cendekiawan, dan last but not the least, media baik mainstream maupun medsos.

Dengan demikian munculnya Rizal Ramli mampu menutup kelemahan semua penantang Ahok sebelumnya yaitu inklusifisme dan rekam jejak sebagai pemimpin dan pengambil keputusan yang konsisten berorientasi kepada kepentingan rakyat bawah. Resistensi terhadap sosok Rizal Ramli dari publik relatif lebih kecil dibanding terhadap Ahok dan Yusril, dan Adhyaksa. Sementara pengalaman Rizal Ramli sebagai pengambil keputusan dalam pemerintahan jelas mengatasi Sandiaga Uno dan tak kalah dengan sang petahana. Keunggulan Ahok dalam ketegasan, keberanian, dan kemandirian, serta jejaring juga bisa diimbangi, kalau tidak malah diatasi oleh Rizal Ramli.

Kendala satu-satunya yang paling krusial bagi pencalonan mantan Menteri Keuangan era Presiden RI ke-4 itu adalah dukungan parpol. Dan ini bukanlah sebuah perkara yang mudah. Di antara parpol yang masih bisa “dilamar” untuk mengusung Rizal Ramli kini tinggal PDIP, PPP, PAN, Demokrat, dan PKS. Jika Rizal Ramli mampu meyakinkan PDIP untuk menjadi balongub, tentu urusan langsung beres. Namun ini bukanlah perkara mudah karena partai yang berkuasa tersebut akan lebih cenderung mendukung Ahok yang dipasangkan dengan kadernya sendiri, Djarot Syaiful Hidayat yang notabene adalah Wagub DKI sendiri.

PPP yang jumlah kursinya di DPRD cukup besar, tetap harus bergabung dengan parpol lain agar bisa mencalonkan Rizal Ramli. Ini juga bukan persoalan yang mudah bagi Rizal Ramli dan pendukungnya karena parpol-parpol tersebut juga punya komitmen dengan calon-calon lain.

Walhasil, potensi Rizal Ramli yang sangat bagus sebagai balongub DKI masih memerlukan dukungan riil yang sangat tidak mudah dicapai. Namun politik adalah sangat cair. Bisa saja perubahan-perubahan pada injury time terjadi. Jika demikian, maka Pilgub DKI tahun depan bakal lebih menarik dan kompetitif, serta menggairahkan, karena munculnya penantang yang seimbang bagi Ahok.

Rizal Ramli adalah calon yang berkarakter “pengubah permainan” (game changer), bukan calon penggembira dan pelengkap belaka. (*)