Oleh: Muhammad AS Hikam

Keputusan Komisi Pemberntasan Korupsi (KPK) untuk tak lagi memperpanjang status cekal terhadap konglomerat dan bos Agung Sedayu Group, Sugianto Kusuma (SK) alias Aguan, membuat mantan Ketua MK Prof. Mahfud MD melontarkan pertanyaan dan sekaligus peringatan terhadap lembaga abtirasuah tersebut. Mahfud mempertanyakan ‘nasib’ dan keberlanjutan kasus suap pembahasan raperda reklamasi teluk Jakarta. Demikian juga mahaguru ilmu hukum tata negara tersebut menagih janji KPK bahwa di balik kasus tersebut ada yang disebut dengan “grand corruption”, alias korupsi raksasa.

Namun berdasarkan fakta-fakta yang ada saat ini, masih menurut Mahfud, baik nasib kasus reklamasi maupun, dan apalagi, ‘grand corruption’ itu kian tak jelas. Sebab saksi yang sebelumnya diperiksa, yaitu Sunny, kini tak jelas lagi bagaimana kelanjutannya, dan ditambah dengan tak diperpanjangnya cekal terhadap Aguan sehingga yang bersangkutan bisa leluasa pergi ke luar negeri. Mahfud mempertanyakan: “Grand corruption-nya di mana”? Itu sebabnya, mantan Menhan di era Presiden RI ke 4 Abdurrahman Wahid (Gus Dur) itu mengingatkan agar KPK tidak main klaim dan sesumbar di ranah publik, sebelum benar-benar yakin. Sebab kalau lembaga penegak hukum tidak yakin maka komitmennya pun diragukan. Implikasinya adalah “penegak hukum nanti bisa saling adu kekuatan.”

KPK perlu mendengar dan memperhatikan pertanyaan-pertanyaan kritis dan peringatan dari Mahfud MD, karena suara mantan Ketua MK tersebut jelas bukan omdo dan tanpa landasan fakta. Kredibilitas dan reputasi beliau membuat pernyataannya akan didengar, diperhatikan, dan diikuti oleh publik yang memiliki komitmen tinggi terhadap pemberantasn korupsi di negeri ini. Apalagi di bawah kepimpinan Agus Rahardjo, KPK kini sering mendapat kritik dan kecaman keras, khususnya terkait kasus reklamasi Teluk Jakarta. Dan yang penting lagi, upaya-upaya dari berbagai pihak untuk memperlemah dan menmbungkam lembaga antirasuah tersebut masih terus dilakukan dan dikampanyekan dengan berbagai cara.

KPK tidak boleh sedikitpun mengabaikan dan/atau meremehkan berbagai peringatan yang kritis dan menganggap dirinya sudah berada di jalur yang benar. Apalagi jika KPK hanya memakai argumentasi prosedural legal formal semata-mata. Sebab kiprah dan marwah KPK bukan hanya tergantung kepada kemampuannya bekerja secara formal, tetapi juga memertimbangkan aspek-aspek lain, khususnya dukungan dari publik.

Walhasil, pendek kata KPK tidak boleh membiarkan ada sedikit pun ‘keraguan’ terhadap integritas dan tindakannya dari publik sebagai tulang punggung keberadaan dan kesuksesannya. Kritik dan peringatan Mahfud MD adalah salah satu contoh bahwa ‘keraguan’ tersebut mulai muncul dan jika tidak direspon KPK dengan benar, ia akan bisa bergulir dan bisa menggerus kredibilitas serta kepercayaan publik yang masih sangat tinggi terhadapnya. Kita semua adalah pendukung KPK dan percaya kepada komitmen para pemimpinnya. Namun tak berarti akan bersikap “taken it for granted” atau cuma “sendiko dawuh”. Kritik yang tajam tetapi berdasarkan fakta, adalah salah satu cara mendukung KPK dan membentenginya dari upaya pelemahan terhadapnya. (*)