Fahira IdrisFahira Idris. (Jie/Kastara.ID)

Kastara.id, Makassar – Pada Minggu, 1 Oktober 2017 kemarin, Dewan Perwakilan Daerah (DPD) menapaki usia ke 13 tahun. Lembaga perwakilan yang lahir sebagai amanat demokrasi ini terus membenahi diri agar semakin mantap menjemput aspirasi rakyat daerah untuk diperjuangkan di pentas nasional. DPD juga terus menguatkan kapasitasnya agar mampu menjadi saluran alternatif aspirasi rakyat Indonesia yang selama ini sering mandek baik di lembaga legislatif dan eksekutif yang ada di daerah maupun di Pusat.

“Baik buruk atau maju mundurnya Indonesia sebagai sebuah bangsa sangat ditentukan apa yang terjadi di daerah-daerah. Istilahnya, wajah Indonesia dilukis dari setiap jengkal daerah yang ada di Indonesia.  Jika rakyat di daerah hidupnya semakin mudah dan baik maka wajah Indonesia akan semakin baik juga. Demikian juga sebaliknya. Makanya, jika bangsa ini ingin maju, semua aspirasi, hambatan, dan kesulitan yang ada di daerah harus dijemput dan diselesaikan, dan peran ini sebenarnya ada di DPD,” ujar Senator Jakarta yang juga Ketua Komite III DPD Fahira Idris, di sela-sela kunjungan kerja di Kota Makassar, Sulawesi Selatan (2/10).

Fahira mengungkapkan, semua produk dan kebijakan yang dihasilkan DPD selama ini berdasarkan hasil dialog, aspirasi, dan pemetaan masalah yang terjadi di semua daerah di Indonesia. Misalnya saja isu pengangkatan tenaga guru honorer K2 menjadi calon pegawai negeri sipil (CPNS) yang menjadi sumber keresahan para guru di seluruh daerah di Indonesia. Isu ini, konsisten diperjuangkan Komite III DPD walau hingga saat ini masih terus berproses. Masyarakat, lanjut Fahira, bisa melihat pemberitaan media atau bertanya langsung kepada para guru honorer tentang komitmen DPD memperjuangkan guru honorer.

“Komite III DPD teruji dan gigih melakukan pendampingan bagi penuntasan persoalan guru honorer ini. Kita juga membangun opini publik bahwa pemerintah harus berkomitmen untuk memastikan jaminan kesejahteraan dan perlindungan hukum bagi guru honorer. Hasilnya, saat ini DPR dan Pemerintah hendak melakukan revisi UU ASN,” jelas Fahira.

Selain itu, selama tiga tahun terakhir ini (2015-2017), berbagai isu yang menjadi aspirasi rakyat di daerah mulai dari Ujian Nasional (UN), Kurikulum 2013, Perlindungan TKI di Luar Negeri, Perlindungan Perempuan dan Anak, Ekonomi Kreatif, Pengawasan BPJS Kesehatan, keberpihakan kepada perawat, dan penghapusan kekerasan terhadap perempuan, dan beberapa isu yang menjadi keresahan rakyat di daerah sudah berhasil mendapatkan solusi.

Untuk perlindungan anak, sambung Fahira, Komite III DPD baik secara formal maupun informal paling intensif mendesak Presiden untuk segera menjadikan kejahatan terhadap anak sebagai kejahatan luar biasa yang hasilnya saat ini kita sudah punya UU Perlindungan Anak yang tegas dengan hukuman maksimal hukuman mati dan hukuman tambahan salah satunya kebiri kimia.

Komite III DPD juga adalah inisiator dan satu-satunya lembaga yang mengusulkan RUU Ekonomi Kreatif masuk dalam prolegnas. Sebagai RUU inisiatif Komite III DPD, saat ini Badan Ekonomi Kreatif menggunakan Naskah Akademik dan RUU Ekonomi Kreatif DPD-RI sebagai bahan bagi kajian dan implementasi pengembangan ekonomi kreatif meski belum dibakukan dalam bentuk undang-undang. Bahkan, UN yang tidak lagi dijadikan syarat kelulusan dan saat ini digunakan bagi pemetaan mutu pendidikan serta mengembangkan indeks integritas juga merupakan perjuangan dari Komite III DPD.

“Komite III DPD juga punya peran dalam perubahan kebijakan penguatan mutu TKI yang akan diberangkatkan ke luar negeri dan penanganan TKI purna penempatan di luar negeri. Selain itu, besama organisasi perawat PPNI, Komite III DPD berhasil mendorong terbitnya Peraturan Presiden Nomor 90 Tahun 2017 tentang Konsil Tenaga Kesehatan,” pungkas Fahira. (dwi)