Penjara

Kastara.ID, Jakarta – Mahkamah Konstitusi (MK) menyatakan seluruh terpidana, termasuk narapidana tindak pidana korupsi berhak mendapatkan remisi. Wacana pemberian remisi terhadap koruptor ini kemudian menuai polemik.

Menanggapi hal tersebut, Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) menyampaikan pemberian remisi akan mengacu pada peraturan perundang-undangan yang berlaku.

“Terkait pemberian remisi, kita patuh pada peraturan Perundang-undangan yang ada. Dalam hal ini UU Pemasyarakatan Nomor 12/1995,” jelas Kabag Humas Kemenkumham, Tubagus Erif Faturahman saat dikonfirmasi, Sabtu (2/10).

Menurut Tubagus, Kemenkumham hanya bertugas sebagai pelaksana Undang Undang. Namun, seluruh narapidana, khususnya napi perkara korupsi wajib memenuhi persyaratan jika ingin mendapatkan remisi.

“Tetapi, pemberian remisi bukan tanpa kecuali, melainkan juga memiliki syarat dan ketentuan yang berlaku berdasarkan aturan yang ada,” ungkap Tubagus.

Persyaratan pemberian remisi kata dia, tertuang dalam Peraturan Pemerintah Nomor 99 Tahun 2012 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1999 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan.

Kemudian Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor 3 Tahun 2018 tentang Syarat dan Tata Cara Pemberian Remisi, Asimilasi, Cuti Mengunjungi Keluarga, Pembebasan Bersyarat, Cuti Menjelang Bebas, dan Cuti Bersyarat.

Sebelumnya, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyebut kewenangan pemberian remisi merupakan wewenang Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan HAM (Ditjen PAS Kemenkumham).

KPK menyatakan hal tersebut menyusul putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait pemberian hak remisi untuk koruptor.

“Secara normatif itu sebetulnya aparat penegak hukum selesai ketika melakukan eksekusi di lapas, kewenangan melakukan pembinaan itu sudah beralih ke Kemenkumham dalam hal ini Ditjen PAS,” tutur Wakil Ketua KPK Alexander Marwata (1/10). (ant)