Kastara.ID, Jakarta – Entah bagaimana jadinya jika lebaran tanpa kehadiran ketupat? Pasti terasa ada yang kurang. Ketupat memang sudah menjadi ikon Hari Raya Idul Fitri atau Lebaran. Nasi berbalut janur ini menjadi makanan wajib saat merayakan hari besar umat Islam itu. Tempat keramaian pun berlomba memasang ornamen ketupat untuk menyambut kedatangan para pengunjung.

Tahukah Anda, sejak kapan ketupat dikenal sebagai makanan lebaran di Indonesia?

Ketupat adalah makanan khas nusantara. Pasalnya di negara-negara lain makanan ini tak dikenal. Di negara Timur Tengah yang mayoritas warganya memeluk Islam, tak dijumpai ketupat saat Idul Fitri. Makanan ini ternyata masuk ke Nusantara bersamaan dengan datangnya para wali yang menyebarkan agama Islam di Pulau Jawa. Para ahli sejarah memperkirakan ketupat diperkenalkan oleh Sunan Kalijaga. Saat itu penyebar agama Islam yang makamnya berada di Kadilangu, Demak, Jawa Tengah ini memperkenalkan budaya dua kali Ba’da atau Bodo, yakni Ba’da Lebaran dan Ba’da Kupat.

Saat Ba’da Kupat yang dirayakan seminggu setelah lebaran, warga terlihat menganyam daun kelapa muda dan membuatnya menjadi kupat atau ketupat. Sunan Kalijaga mengajarkan pembuatan kupat sebagai perlambang bagi umat Islam. Rumitnya anyaman bungkus ketupat ini mencerminkan beragam kesalahan manusia. Setelah dibuka barulah terlihat nasi putih, yang melambangkan kebersihan dan kesucian hati setelah memohon ampunan dari segala kesalahan.

Bentuk ketupat mencerminkan sebuah kesempurnaan. Hal ini terkait dengan kemenangan umat Muslim setelah berpuasa selama sebulan penuh. Ketupat atau kupat diartikan sebagai “laku papat” atau empat tindakan, yakni lebaran, luberan, leburan dan laburan.

Lebaran, dari kata lebar yang berarti selesai menjalani puasa. Luberan artinya melimpah hingg tumpah. Hal ini bermakna umat Islam harus menumpahkan rizkinya kepada fakir miskin.

Leburan, maksudnya adalah semua kesalahan dapat lebur atau habis dengan cara saling memaafkan. Selanjutnya diakhiri dengan laburan atau memutihkan diri lahir dan batin.

Biasanya kupat disajikan dengam aneka lauk pauk yang umumnya mengandung santan atau santen. Sehingga orang Jawa menyebutnya “Kupat Santen” yang bermakna “kulo lepat nyuwu sepunten” artinya, saya salah mohon maaf.

Penggunaan janur atau daun kelapa muda juga mengandung makna. Janur berasal dari bahasa Arab, “jaa al nur” yang artinya telah datang cahaya. Namun masyarakat Jawa mengartikan janur sebagai “sejatining nur.” Maknanya adalah kesucian setelah mendapatkan cahaya selama bulan Ramadhan. (rya)