George Floyd(aljazeera.com)

Oleh: Jaya Suprana

PRAHARA huru hara skala dahsyat yang melanda Amerika Serikat akibat pembunuhan keji oleh seorang polisi Minneapolis terhadap George Floyd merupakan suatu bentuk dampak kualatisme peradaban kebencian.

Kualatisme
Ledakan kekerasan yang terjadi di persada negara paling adhikuasa di planet bumi masa kini, merupakan dampak kualatisme akibat perilaku kekerasan yang secara berkelanjutan masif dan sistematis dilakukan oleh kaum pendatang terhadap kaum pribumi, yang sudah terlebih dahulu datang dan hidup di bumi benua Amerika Serikat. Kekerasan seolah sudah menjadi perilaku kodrati yang wajar, maka wajib dilakukan oleh kaum pendatang demi merebut tanah dari kaum pribumi yang sudah jauh terlebih dahulu bermukim, berburu dan bertani di bumi benua Amerika. Belum cukup dengan menggusur dan membunuh kaum pribumi Amerika, kaum pendatang malah asyik mendatangkan kaum budak belian dari Afrika  untuk dipaksa bekerja di kebun kapas.

Sampai masa kini rasisme tetap diawetkan di Amerika Serikat meski Abraham Lincoln telah secara konstitusional resmi melarang perbudakan sebagai sumber rasisme. Seakan kebencian memang sudah menjadi bagian melekat pada DNA peradaban masyarakat kulit putih Amerika Serikat. Ku Klux Klan sebagai satu di antara sekian banyak misproducts made in USA, tercatat dengan tinta merah di atas lembaran hitam sejarah peradaban Amerika bersaing jahat dengan Nazi Hitler, MGB Stalin atau laskar revolusi kebudayaan Mao.

Meski Martin Luther King dan Malcolm X telah terbunuh dan Barrack Obama telah terpilih menjadi Presiden Amerika Serikat, namun angkara murka rasisme dibiarkan tetap merajalela demi menyengsarakan bahkan membinasakan kaum Afrika-Amerika.

Kebencian
Rasisme makin menggelora di Amerika Serikat setelah sang pendukung gerakan White Supremacy, Donald Trump terpilih secara kontroversial gegara sistem distrik pilpres menjadi presiden Amerika Serikat. Politik kekerasan hukum rimba seperti di masa Wild West kembali diberhalakan baik di dalam negeri maupun di luar negeri AS. Trump gemar melancarkan politik kebencian lewat jalur dagang maupun militer terhadap mereka yang dianggap musuh oleh Trump seperti terhadap Irak, Yemen, Iran, Kuba, Korea Utara, China, dan lain-lain.

Pendek kata kebencian menjadi primadona kebijakan Donald Trump, termasuk terhadap puluhan juta kaum Hispanik dan Latino American yang bermukim dan mencari nafkah di bumi Amerika Serikat. Proyek The Great Wall terbuat dari kawat duri di perbatasan AS-Meksiko merupakan manifestasi politik kebencian Trump. Jika terus nekad bikin huruhara maka para huruharawan juga diancam Trump untuk ditembak mati oleh National Guard sebagai pembunuh bayaran masa kini.

Ibarat bejana Robert Boyle meledak akibat tekanan udara di dalamnya terlalu besar, maka keresahan masyarakat AS yang sudah berbulan tertekan pageblug Corona yang menerkam AS akibat pembinasaan George Flyoid, meledak sebagai malapetaka huru hara dahsyat sebagai dampak kualatisme peradaban memuja kebencian yang sudah terlalu lama merajalela di persada United States of America. (*)

* Penulis adalah pendiri Sanggar Pembelajaran Kemanusiaan.