Biskuit Rumput Laut

Kastara.ID, Jakarta – Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) berkolaborasi dengan Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (Kemendes PDTT), Rabu (1/7) menggelar pelatihan pembuatan biskuit rumput laut. Pelatihan ini merupakan bentuk kerja sama KKP dan Kemendes PDTT dalam membina masyarakat kelautan dan perikanan, khususnya yang berada di daerah tertinggal, terluar, dan terdepan (3T).

Pelatihan pembuatan biskuit rumput laut ini dilaksanakan secara daring menggunakan aplikasi Zoom dan diikuti oleh 1.662 peserta yang tersebar di berbagai wilayah Indonesia dengan beragam profesi. Pelatih yang berasal dari Balai Pelatihan dan Penyuluhan Perikanan (BPPP) Banyuwangi mendemonstrasikan proses pembuatan, sementara peserta ikut mempraktikkan dari lokasi masing-masing.

Kepala Badan Riset dan Sumber Daya Manusia Kelautan dan Perikanan (BRSDM) KKP, Sjarief Widjaja mengatakan, pihaknya menyambut baik kolaborasi Kemendes PDTT dalam penyelenggaraan pelatihan pembuatan biskuit rumput laut ini.

“Kita melihat bahwa desa-desa kita, terutama daerah pesisir mempunyai potensi yang luar biasa. Indonesia merupakan salah satu penghasil rumput laut terbesar di dunia. Tapi sayangnya, sebagian besar rumput laut produksi Indonesia ini kita ekspor ke luar negeri dalam bentuk mentah atau bahan baku,” tutur Sjarief.

Oleh karena itu, menurutnya sudah saatnya Indonesia mengembangkan kapasitas nasional dengan mengubah perdagangan rumput laut yang didominasi bahan baku dan produk bernilai rendah menjadi olahan bernilai tambah.

“Mari sekarang kita bangkitkan ekonomi rumah tangga kita dengan mencoba belajar tentang bagaimana cara mengolah rumput laut, salah satunya seperti tema hari ini yaitu membuat biskuit rumput laut.

Selama ini, rumput laut banyak diolah menjadi agar-agar, karaginan, semi refined karaginan, alginate, rumput laut yang bisa dimakan (nori, kombu, dan wakame), maupun makanan olahan rumput laut (dodol, kripik, permen, biskuit, dan sebagainya), serta pupuk cair maupun produk nonpangan lainnya.

“Biskuit merupakan salah satu camilan utama yang banyak dikonsumsi masyarakat. Untuk itu, kita buat inovasi dengan menambahkan rumput laut jenis Eucheuma cottonii yang cukup baru dan menarik. Kita berharap, ini dapat menjadi ide usaha baru bagi masyarakat,” ungkap Sjarief.

Selain sebagai ide usaha, pengolahan rumput laut menjadi biskuit ini juga dapat dimanfaatkan para ibu rumah tangga untuk menyediakan camilan sehat bagi keluarga, terutama anak-anak. Dengan melakukan berbagai inovasi misalnya dengan penambahan toping, selai, maupun aneka rasa, selain bergizi tinggi, biskuit rumput laut yang dihasilkan akan lebih menarik.

“Daripada kita beli tepung beras, tepung jagung, tepung terigu dari luar, lebih baik rumput laut yang ada di desa-desa kita olah,” ucapnya.

Untuk itu, pada kesempatan ini, KKP – Kemendes PDTT tak hanya mengajarkan bagaimana membuat biskuit rumput laut, tetapi juga berbagai ilmu lainnya.

“Dimulai dari pelajaran tentang material rumput laut, bagaimana proses panennya, bagaimana pengeringannya, bagaimana membuat produk-produk berbahan baku rumput laut ini berkualitas tinggi, termasuk proses pengolahan seperti penggilingan, dan sebagainya,” papar Sjarief.

Selain itu, peserta juga dibekali pengetahuan tentang penyediaan sarana dan prasarana (alat penggiling, dan sebagainya) yang baik, pembuatan adonan atau pencampuran bahan baku, pencetakan, pemanggangan, bahkan hingga pengemasan dan penyimpanan.

“Bukan hanya belajar cara membuat biskuit rumput laut, tetapi bagaimana dengan biskuit ini, ekonomi rumah tangga kita bisa lebih baik, menambah penghasilan bagi ibu-ibu untuk menopang penghasilan suami,” tegasnya.

Sementara Dirjen Pengembangan Daerah Tertentu (PDTU) Kemendes PDTT, Aisyah Gamawati mengatakan, kegiatan ini merupakan salah satu upaya pemerintah untuk menggiatkan aktivitas ekonomi di tengah pandemi Covid-19 yang sedang melanda. Meskipun untuk mencegah penyebaran wabah pemerintah menerapkan pembatasan sosial, bukan berarti masyarakat tidak dapat melakukan kegiatan produktif.

“Kita harus bisa mencari peluang dan mengatur strategi agar kita tetap produktif sehingga perekonomian rumah tangga tetap dapat dipertahankan,” ujar Aisyah.

Aisyah menambahkan, untuk dapat berproduksi, beberapa pelaku usaha menghadapi hambatan untuk memperoleh bahan baku, terutama bahan baku impor. Namun menurutnya, banyak sekali bahan baku yang dapat diproduksi di Indonesia sendiri, salah satunya yang berasal dari hasil laut. Dengan laut mencapai 70 persen dari keseluruhan wilayah Indonesia, dapat ditemukan berbagai jenis sumber daya seperti ikan, udang, cumi, rumput laut, garam, dan lain sebagainya.

“Seluruh potensi sumber daya laut itu, pada dasarnya dapat diolah untuk mencukupi pemenuhan kebutuhan pangan diri kita sendiri, sekaligus pemenuhan kebutuhan standar makanan bergizi, sehingga dapat menopang daya tahan tubuh guna menjaga kualitas kesehatan keluarga. Selain itu, juga dapat dikembangkan menjadi produk bernilai ekonomi tinggi yang dapat dipasarkan, sehingga dapat dikembangkan menjadi peluang usaha keluarga,” terangnya.

Untuk itulah dua kementerian bersinergi menggelar pelatihan untuk meningkatkan kapasitas dan produktivitas SDM dengan memanfaatkan sumber daya yang tersedia. Di samping itu juga menumbuhkan daya saing masyarakat melalui pengolahan potensi komoditas rumput laut yang ada.

Kepala Pusat Pelatihan dan Penyuluhan Kelautan dan Perikanan (Puslatluh KP) Lilly Aprilya Pregiwati memaparkan, Indonesia dengan garis pantai kedua terpanjang di dunia dan iklim tropisnya telah menjadi tempat tumbuh dan berkembang yang cocok bagi berbagai jenis rumput laut. Setidaknya, di Indonesia terdapat 555 jenis rumput dari sekitar 8.000 jenis yang ada di dunia. Rumput laut Indonesia ini juga telah lama dikonsumsi oleh masyarakat, terutama di daerah pesisir.

Berdasarkan data Kementerian Perindustrian, pada pengembangan industri rumput laut nasional tahun 2018–2020, terdapat 23 perusahaan pengolah karaginan (ekstraksi rumput laut) dengan kemampuan produksi 25.992 ton per tahun dan 14 perusahaan pengolah agar dengan kemampuan produksi 7.658 ton per tahun. Namun demikian, pemanfaatan industri-industri tersebut masih sekitar 50-54 persen saja.

Dalam perdagangan internasional, Indonesia juga menjadi salah satu pemain utama dengan volume ekspor rumput laut sebesar 213.000 ton di 2018. Angka ini sekaligus mengukuhkan Indonesia sebagai negara peringkat pertama dengan kontribusi 30 persen dari total volume ekspor rumput laut dunia.

Namun dari segi nilai, ekspor rumput laut Indonesia berada di peringkat ketiga dengan nilai USD 294 juta atau sekitar 12 persen dari total ekspor dunia. Kalah dari Tiongkok yang berhasil menjadi pengekspor rumput laut terbesar dunia dengan nilai USD 594 juta hanya dengan 76.000 ton rumput laut.

Untuk itu, pemerintah tengah mengoptimalkan peningkatan nilai tambah dan daya saing produk rumput laut, salah satunya melalui diversifikasi usaha. “Pengolahan rumput laut ini, diharapkan dapat meningkatkan ketahanan pangan berbasis sumber daya lokal, terutama bagi masyarakat yang tinggal di daerah pesisir,” kata Lilly.

Lilly menjelaskan, pelatihan yang dilaksanakan mengusung tiga apsek, yaitu pengetahuan, keterampilan, dan sikap, dengan kombinasi 30 persen materi teori dan 70 persen praktik.

Pelatihan pembuatan biskuit rumput laut ini berhasil menarik antusias peserta. Chandra Dewi, peserta dari Kabupaten Rembang, Jawa Tengah menyampaikan apresiasi kepada KKP, Kemendes PDTT, dan BPPP Banyuwangi atas pelatihan yang diberikan. Menurutnya, pelatihan yang diberikan sangat menarik, terlebih para peserta dapat mempraktikkan langsung cara membuat biskuit rumput laut yang telah diajarkan. “Biskuitnya rasanya enak, gurih, dan renyah,” katanya bersemangat.

Sementara, Maxie Ninef, penyuluh perikanan Kabupaten Lembata, Nusa Tenggara Timur menilai, pelatihan yang diberikan sangat inovatif dan kreatif. Sadar besarnya manfaat pelatihan ini, penyuluh perikanan Kabupaten Lembata bekerja sama dengan LSM Bengkel APPeK mengajak anak-anak muda di desa untuk terlibat aktif.

“Kami ajak anak-anak muda untuk ikut serta. Mudah-mudahan muncul wirausahawan muda di desa yang bergerak di bidang kelautan dan perikanan,” harapnya. (wepe)