Oleh: Muhammad AS Hikam

Keputusan Presiden Jokowi untuk mengganti Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) Sutiyoso yang akrab dipanggil Bang Yos, dengan Komjen Budi Gunawan yang akrab dipanggil dengan BG dan kini masih menjabat sebagai Wakapolri itu, mengakhiri desas-desus yang sempat berkembang di masyarakat mengenai akan terjadinya penggantian pimpinan lembaga telik sandi tersebut. Kita seyogyanya menyikapi hal ini secara positif dan tak bersyakwasangka, Dalam arti bahwa Presiden Joko Widodo melakukan pergeseran tersebut setelah melalui pertimbangan yang matang dan rasional.

Terlepas dari kemungkinan akan munculnya pro dan kontra, namun setidaknya dari perspektif keamanan nasional, khususnya pencegahan dan upaya pemberantasan ancaman yang berasal dari radikalisne dan aksi terorisme, pilihan terhadap sosok BG mempunyai justifikasi yang cukup solid. Sudah menjadi pengetahuan umum bahwa salah satu kelemahan dalam upaya pencegahan dan pemberantasan terorisme di negeri ini adalah dalam hal koordinasi antarlembaga yang memiliki tupoksi dan kegiatan terkait masalah tersebut.

Kendati jika ditinjau dari masing-masing lembaga mungkin telah berkiprah cukup optimal, tetapi karena koordinasi yang lemah tersebut, terjadi berbagai celah yang bisa dimanfaatkan oleh para pelaku dan organisasi serta simpatisan kelompok radikal dan terorisme untuk tetap eksis dan berkiprah secara berkesinambungan. Polri, B8N, dan BNPT adalah tiga komponen utama dalam kegiatan pencegahan dan pemberantasan terorisme yang jika terkoordinasi dengan baik akan lebih efektif menjadi leading sector.

Presiden mungkin melihat pentingnya aspek koordinasi tersebut, sehingga mencoba untuk memadukan ketiga lembaga dalam sebuah orkestra kepeminpinan yang diperkirakan akan mudah menjalin sinergi. Dengan menempatkan BG yang berasal dari Polri, maka diperkirakan koordinasi ketiga lembaga utama tersebut makin efektif karena adamya chemistry yang baik. Eksperimen ini saya kira layak untuk ditunggu hasilnya dan karenanya perlu diberikan kesempatan untuk bekerja tanpa diganggu oleh hingar bingar polemik dan, apalagi, bahan politisasi.

BIN adalah mata dan telinga negara dalam melindungi keamanan dan kedaulatannya, serta memberikan masukan-masukan bagi Presiden terkait masalah-masalah strategis dan kebijakan nasional. Akan sangat riskan apabila lembaga ini dijadikan arena adu kekuatan antar kepentingan kelompok dan/atau individu. Presiden sebagai user utama BIN adalah pihak yang memiliki prerogatif untuk menempatkan orang yang dipilhnya sebagai pemimpin. Dan saya yakin beliau tidak akan sembarangan ketika memutuskan untuk mengganti Sutiyoso dengan BG.

Bravo BIN. Velox et exactus! (*)