persekusi

Kastara.id, Palembang – Masih adanya segelintir oknum kelompok masyarakat yang menghalang-halangi dan menolak kegiatan dakwah Ustadz Abdul Somad (UAS) sudah kelewat batas. Terlebih alasan yang diajukan sangat mengada-ngada dan merendahkan wibawa UAS karena meragukan nasionalisme UAS dan mengaitkannya dengan gerakan radikal yang berbahaya bagi NKRI.

Senator atau Anggota DPD RI Fahira Idris menungkapkan, penolakan UAS dengan alasan yang mengada-ngada dan sangat tendensius kepada pribadi UAS sebagai pendakwah, sudah kelewat batas. Terlebih semua pelarangan ini disertai ancaman dan intimidasi.

“Alasan penolakan UAS itu kan seperti kaset rusak. Itu-itu saja yang dijadikan alasan. Tuduhan bahwa UAS hanya dijadikan domplengan oleh ormas radikal sangat tidak masuk akal dan merendahkan nalar umat dan jamaah yang mengundang UAS berceramah. Saya rasa ini sudah kelewatan dan preseden yang tidak baik bagi negeri ini,” ujar Fahira di sela-sela kunjungan kerja di Palembang (3/9).

Menurut Fahira, selama 20 tahun usia reformasi, baru beberapa tahun belakangan ini, pelarangan, ancaman, dan intimidasi tidak hanya terhadap kegiatan dakwah tetapi juga terhadap berbagai kegiatan menyuarakan aspirasi begitu masif terjadi. Ada semacam ‘bola salju’ yang menggelinding ke tengah masyarakat bahwa semua yang kritis kepada Pemerintah dianggap radikal, diragukan nasionalismenya, bahkan dianggap anti NKRI dan Pancasila.

“Jika dicermatinya temanya selalu sama. Saya Pancasila dan cinta NKRI. Sementara yang berbeda pandangan adalah radikal dan anti Pancasila. Paradigma seperti ini menyebar ke tengah-tengah masyarakat. Bagi saya ini ‘tidak sehat’ bagi demokrasi dan masa depan bangsa ini,” papar Senator Jakarta ini.

Sebagai informasi, lewat akun facebook dan instagram resminya UAS mengumumkan bahwa karena kerap mendapat ancaman, intimidasi, dan pembatalan ketika ingin menyampaikan tausiah di beberapa daerah seperti di Grobogan, Kudus, Jepara, dan Semarang, UAS akhirnya membatalkan rencana ceramah dalam tiga bulan ke depan di Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Yogyakarta.

Padahal, UAS, dalam setiap ceramahnya selalu menyebarkan pesan bahwa Islam adalah agama rahmatan lil ‘alamin dan pentingnya persatuan sehingga kerap diundang berbagai institusi pemerintahan, polisi, dan TNI. Selain itu, UAS pernah diundang ceramah di depan Wapres, Wakapolri, Kepala BIN, KSAD, bahkan pernah satu panggung dan berdiskusi dengan Kapolri di sebuah acara kajian di stasiun TV swasta. Bahkan, terakhir UAS memberikan tausiyah dalam syukuran dan doa bersama menyambut peringatan Hari Ulang Tahun Ke-73 MPR RI.

“Menuduh UAS didomplengi kelompok radikal, sama artinya menafikan dan tidak menganggap tokoh-tokoh penting dan institusi negara yang pernah mengundang UAS,” pungkas Fahira. (sdp)