Post Border

Kastara.ID, Jakarta – Praktisi hukum DR Cakra Heru Santosa mengapresiasi Kementerian Perdagangan Cq Ditjen PKTN yang segera merelaksasi regulasi prosedur pemeriksaan dan pengawasan tata niaga impor di luar kawasan pabean (post Border).

“Bisa diakui surplus perdagangan dari kinerja ekspor impor salah satunya dorongan Permendag 51/2020 yang efektif diberlakukan mulai Agustus lalu,” kata pria lulusan Strata-3 dari Universitas 11 Maret (UNS) Surakarta, Kamis (3/12).

Kondisi demikian, bagi Cakra Heru, bisa mempercepat pemulihan ekonomi nasional yang macet terdampak epidemi covid19 sejak diumumkan Maret lalu. “Hingga 31 September 2020, APBN (Anggaran Penerimaan dan Belanja Negara) kita sudah mengalami defisit Rp 682,1 triliun, atau 4,16 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB),” ujarnya mengutip keterangan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati.

Kemendag mencatat neraca perdagangan Oktober 2020 surplus 3,61 miliar dolar AS,meningkat dibanding September sebesar 2,39 miliar dolar AS, atau tertinggi sepanjang tahun melampaui Juli yang 3,24 miliar dolar AS akibat surplus nonmigas.

Secara kumulatif, Januari—Oktober 2020, neraca perdagangan Indonesia mengalami surplus USD 17,07 miliar. Atau surplus itu mulai mendekati nilai surplus pada 2010 yang mencapai USD 22,12 miliar.

Di tempat terpisah Dirjen Perlindungan Konsumen dan Tertib Niaga (PKTN) Veri Anggrijono mengakui Pemerintah Cq Kemendag memberikan kemudahan importasi dengan pertimbangan pandemi memengaruhi transaksi sebagian besar pelaku usaha.

“Pak Mendag Agus Suparmanto sudah menerbitkan Peraturan nomor 51 tahun 2020 sekaligus mencabut Permendag 28/2018 tentang Pemeriksaan dan  Pengawasan Tata Niaga Impor setelah Melalui Kawasan Pabean (Post Border) serta meniadakan persyaratan deklarasi mandiri (self-declaration),” ujar Dirjen Veri dikonfirmasi media.

Veri Anggrijono menjelaskan, dulu barang tertahan di pelabuhan dan dikenai biaya gudang jika dokumen tidak lengkap, tetapi sekarang barang bisa keluar dan disimpan di gudang importir dengan syarat barang tersebut baru bisa diperjualbelikan setelah seluruh dokumen terpenuhi.

Begitu pula self-declaration, menurut Dirjen PKTN, secara teknis bakal diganti dengan kewajiban impor lainnya. Seperti mencantumkan data persyaratan impor dalam dokumen pemberitahuan impor barang (PIB) berupa nomor dan tanggal atas dokumen persetujuan impor (PI) dan/atau laporan surveyor (LS).

Diperlonggarnya mekanisme post border memiliki konsekuensi dengan memperketat pengawasan barang impor setelah melewati kawasan pabean. “Karena itu, kami siapkan aturan untuk menstabilkan pengawasan post border.” (*)