Tuna Rungu

Kastara.ID, Jakarta – Menteri Sosial (Mensos) Tri Rismaharini akhirnya buka suara soal anggapan dirinya memaksa penyandang disabilitas rungu atau tuna rungu berbicara. Risma mengakui meminta penyandang tuna rungu berbicara. Peristiwa itu terjadi saat menteri yang biasa disapa Risma itu menghadiri acara peringatan Hari Disabilitas Internasional (HDI) (1/12).

Saat memberikan keterangan di kantornya (2/12), Risma menegaskan tidak ada niatan memaksa penyandang tuna rungu berbicara. Risma menyatakan hanya ingin mengoptimalkan kemampuan mereka. Mau berbicara atau tidak, menurut Risma, itu pilihan mereka.

Risma berharap para penyandang disabilitas rungu bisa melatih diri untuk berbicara. Setidaknya dalam situasi darurat mereka bisa meminta tolong. Terutama jika mengalami situasi yang membahayakan keselamatan mereka.

Risma menceritakan, saat masih menjabat Wali Kota Surabaya pernah mendapat cerita, ada seorang tuna rungu yang menjadi korban pemerkosaan. Saat ingin minta tolong, dia tidak bisa berteriak. Lebih memilukan lantaran pelaku dibebaskan. Saat diperiksa korban tidak bisa menjelaskan apa yang dialaminya.

Risma menambahkan, ada pula penyandang disabilitas tenggelam saat banjir karena tidak bisa berteriak minta tolong. Itulah sebabnya Risma mendorong para tuna rungu membiasakan diri berbicara, sehingga bisa meminta bantuan saat tengah dalam kesulitan.

Sebelumnya Risma menjadi sorotan publik. Pasalnya saat menghadiri peringatan Hari Disabilitas Internasional (HDI) 2021 di Gedung Aneka Bhakti Kemensos (1/12), Risma memaksa seorang penyandang tuna rungu berbicara tanpa alat bantu atau juru bahasa isyarat.

Tindakan tersebut mendapat protes dari perwakilan Gerakan untuk Kesejahteraan Tuna Rungu Indonesia (Gerkatin) Stefanus. Menggunakan bahasa isyarat, Stefanus menyatakan tuna rungu tidak bisa dipaksa berbicara. Selain itu tuna rungu harus menggunakan alat bantu dengar.

Itulah sebabnya Stefanus mengaku kaget melihat Risma memaksa disabilitas rungu berbicara menggunakan pengeras suara. Menurutnya, penyandang disabilitas rungu sebaiknya berbicara menggunakan bahasa isyarat yang lebih mudah mereka pahami. Nantinya bahasa itu diterjemahkan oleh juru bahasa isyarat.

Stefanus menjelaskan, karakter tuna rungu berbeda-beda. Ada yang bisa berbicara meski tidak jelas. Namun ada pula yang tidak bisa berbicara, terutama yang mengalami tuli sejak kecil. Itulah sebabnya Stefanus meminta perbedaan itu dihargai.

Mendapat kritikan itu, Risma berdalih tindakannya tersebut dilakukan sebagai upaya melatih kemampuan disabilitas rungu berbicara. Risma berdalih mulut, mata, telinga adalah pemberian Tuhan yang harus dimaksimalkan penggunaannya. Itulah sebabnya Risma ingin anak-anak tuna rungu terus mencoba berbicara.

Tindakan Risma memaksa tuna tungu berbicara itu pun menjadi viral di media sosial. Banyak yang menyayangkan tindakan tersebut. Warganet menganggap Risma tidak mempunyai empati terhadap penyandang disabilitas rungu. (ant)