Koperasi

Kastara.ID, Samarinda – Dirjen Perlindungan Konsumen dan Tertib Niaga (PKTN) Kementerian Perdagangan, Veri Anggrijono, menyesali kembali berjatuhannya korban investasi bodong berkedok koperasi. Korbannya ratusan orang dengan kerugian hingga triliunan rupiah.

“Di sinilah pentingnya konsumen cerdas, yang selalu menerapkan prinsip-prinsip ketelitian. Apalagi era digitalisasi memaksa setiap orang sebagai bagian dari masyarakat konsumen, yang bertransaksi perdagangan hingga perbankan dan investasi, wajib kritis dan cerdas,” ujar Veri Anggrijono saat dikonfirmasi (3/5).

Kecerdasan dimaksud Dirjen Veri yaitu selalu melakukan riek terkait barang yang ditransaksikan, legalitas pengelola hingga track record-nya. Termasuk sewaktu bertransaksi investasi dan perdagangan lainnya.

“Yang pasti, konsumen wajib waspada dengan iming-iming hadiah atau pelipatan ganda investasi dalam tempo cepat, yang seringkali berujung pengelola gagal bayar lalu kabur,” urai Dirjen PKTN.

Diberitakan puluhan nasabah (baca konsumen) Komunitas Koperasi Syariah 212 Mart Samarinda, Kalimantan Timur, melapor ke Polresta Samarinda. Mereka korban ajakan kerja sama melalui WhatsApp. “Kami melaporkan pengelola koperasi diduga melakukan tindak pidana penipuan dan penggelapan,” kata I Kadek Indra, ketua tim kuasa hukum nasabah dari LKBH Lentera Borneo.

Kasus itu berawal ketika gaji karyawan tidak dibayarkan beberapa bulan dengan tidak dibayarkannya hasil penjualan makanan titipan UMKM. Disusul tutupnya satu persatu dari tiga gerai toko 212 Mart di Jalan AW Syahranie pada 2018, di Jalan Gerilya, dan Jalan Bengkuring pada 2019, dari total nilai investasi nasabah yang Rp 2,025 miloar.

Ketidakberesan pengelola PN (Ketua), RJ (Wakil Ketua), HBH (Bendahara), MY, JI, dan MR, itu sebenarnya mulai mencurigakan ketika HBH menawari PT Kelontongku Mulia Bersama miliknya sebagai legalitas setelah terungkap Koperasi Syariah Sahabat Muslim Samarinda sebagai wadah pengumpulan dana diketahui tanpa legalitas.

Belakangan diketahui diduga tidak ada perjanjian atau surat kerja sama antara Koperasi Samarinda dan PT Kelontongku, menyusul HBH pengelola penuh gerai toko 212 Mart Samarinda.

“Jelas ini murni modus kejahatan berkedok koperasi, yang memanfaatkan kelemahan pengawasan Kementerian Koperasi serta penyelesaian pidana secara parsial. Alhasil, kasus serupa terus bermunculan di tengah korban-korban berasal dari rakyat,” ujar Rinaldi Rais, pengamat kebijakan publik, Selasa (4/5).

Modus serupa 212 Mart Samarinda, katanya seperti diberitakan, berpola terjadi 2011 pada Koperasi Langit Biru di Tangerang Selatan merugikan seratusan ribu orang senilai Rp 6 triliun disusul Koperasi Pandawa di Kota Depok, dengan 569.000 korban senilai Rp 3 triliun, juga Koperasi Cipaganti Karya Guna Persada sebesar Rp 3,2 triliun, hingga tahun 2020 dialami KSP Indosurya yang tidak mampu mengembalikan dana 16.749 ‘nasabah’ senilai Rp 14 triliun.

“Saya sepakat dengan PPATK (dikepalai Dian Ediana Tae) yang mengendus praktik kejahatan bahkan pencucian uang dan narkotika di balik kedok koperasi, dan perlu ditangani komprehensif pihak berwenang terkait,” ujar Rinaldi, praktisi hukum.

Alasannya, penyelesaian hukum kepolisian hanya sebatas menghukum segelintir pelaku tanpa kejelasan nasib penggantian kerugian korban. Padahal boleh jadi, sambung Rinaldi Rais, para penjahat itu memanfaatkan kemudahan pendirian dan kelemahan pengawasan dikembangkan dalam money game, Ponzi, dan sengaja didirikan untuk menipu.

“Kehadiran Pemerintah Cq PPATK, Kemenkop UMKM, Kepolisian, dan Kemendag, bersinergii untuk memastikan tidak terulangnya kejahatan serupa. Mulai memperketat pendirian, pengawasan hingga memblokir rekening pelaku,” tutup pengamat Rinaldi. (*)