Kastara.id, Jakarta – DPD RI mengkhawatirkan adanya pemangkasan APBN tahap tiga yang akan dilakukan oleh pemerintah pada tahun ini. Tentunya hal itu akan berdampak langsung kepada daerah-daerah di Indonesia.

“Tahap kedua saja sudah berdampak kepada daerah-daerah. Bagaimana jika akan ada pemangkasan tahap tiga,” ujar Anggota DPD RI Provinsi Sulawesi Selatan AM Iqbal Parewangi saat menerima delegasi Asosiasi Pemerintahan Desa Seluruh Indonesia (APDESI) Kabupaten Jeneponto di Gedung DPD RI, Jakarta, Minggu (4/9).

Menurut Iqbal, saat ini Jeneponto menjadi satu-satunya daerah di Sulsel dalam kategori daerah tertinggal. Sehingga Jeneponto tidak terjadi pemotongan anggaran.

“Jeneponto memang masuk dalam tertinggal. Namun Jeneponto harus bisa me-manage ketertinggalan itu seperti Papua dan Papua Barat. Kalau ada sebuah lubang ketertinggalan, maka kecendrungan air ke situ. Justru APBN akan mengalir,” ujar anggota Komite I DPD RI itu.

Ia juga mengkritisi masih ada gaji guru mengaji yang hanya mendapatkan Rp 150 ribu perbulan, serta gaji imam desa atau dusun Rp 100 ribu-Rp 150 ribu di Jeneponto. Bayangkan jika selama ini pemerintah selalu membicarakan revolusi mental, namun mereka yang merupakan simbol ketahanan mental masyarakat harus mendapatkan seperti itu.

“Mereka yang membangun masyarakat dan dia yang menyusun batu bata mental masyarakat. Memang gaji guru ngaji dan imam tidak bisa disandingkan dengan penyusun batu bata yang asli dengan penghasilan Rp 100 ribu/hari,” kata Iqbal.

“Harusnya penyusun batu bata mental masyarakat harus disesuaikan dengan perannya,” ujar Iqbal.

Sementara itu, Konsultan Desa dari APDESI, Rahmat, mengatakan bahwa pihaknya mengkhawatirkan bila nantinya dana desa akan mengalami pemotongan akibat dampak dari pemangkasan APBN. “Hal tersebut bisa saja terjadi. Maka kami berharap kepada DPD RI untuk bisa mengawal hal ini,” kata Rahmat.

Pada kesempatan yang sama, Kepala Desa Pallantikang Muharram Tawang mengatakan, desanya telah mendapatkan dana desa kurang-lebih Rp 600 juta/tahun. Namun ia merasa heran bila pada 2015 lalu, justru desa Pallantikang tidak mendapatkan dana desa. “Seharusnya desa kami mendapatkan Rp 600 juta/tahun. Tahun-tahun lalu kami tidak mendapatkan dana desa. Apakah ini bentuk korban politik dari kepala desa sebelumnya?” kata Muharram mempertanyakan.

Muharram juga membenarkan memang di tempatnya gaji guru mengaji dan imam desa atau dusun masih tergolong rendah. Tahun lalu, gaji guru mengaji hanya mendapatkan Rp 50 ribu perbulan. “Dulu saja hanya mendapatkan Rp 50 ribu/bulan. Namun sekarang ada peningkatan menjadi Rp 150 ribu perbulan,” ujar Muharram.

Jelang akhir pertemuan, Igbal kembali menekankan peran DPD RI yang senantiasa menyerap aspirasi masyarakat meskipun hari libur, kerja, atau tidak, karena penyelesaian permasalahan di daerah sangatlah penting. Begitu pula pejabat dan staf Sekretariat Jenderal DPD RI yang ikut mendukung dalam pelaksanaan tugas ini. (rya)