Peraturan KPU

Kastara.id, Jakarta – Wakil Ketua DPR RI Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat, Fahri Hamzah menilai Komisi Pemilihan Umum (KPU) terintimidasi oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Ia mengibaratkan, filsafat mengatakan hukum punya Tuhan. Karena hukum itu punya Tuhan, maka berhati-hatilah manusia yang akan mengambil hukum itu sebagai mekanisme untuk saling mengatur di atas muka bumi ini.

Hal tersebut diungkapkannya dalam diskusi Forum Legislasi dengan tema “Polemik PKPU (Caleg Koruptor dan Calon DPD)” yang digelar DPR RI di Media Center DPR RI, Senayan, Jakarta, Selasa (4/9). Diskusi itu juga dihadiri oleh Anggota Komisi II DPR RI Henry Yosodiningrat, Anggota DPD RI Abdullah Puteh, dan Anggota Bawaslu Rahmat Bagja.

“Maka filsafat hukum, teori-teori yang luhur tentang hukum itu yang turun kepada kita seperti adagiumin dubio pro reo, lebih baik membebaskan seribu orang bersalah daripada salah menghukum satu orang. Itu adalah keluhuran dari Tuhan yang tidak ada lagi sekarang di Indonesia,” papar Fahri.

Karena itu, lanjut politisi dapil NTB itu, tiba-tiba turun perdebatan ngaco terkait Peraturan KPU (PKPU). Menurutnya, itu lebih akibat didikti oleh kekuasaan absolut yang bernama KPK. Di sini, Fahri berharap agar Bawaslu harus kekeuh, pasalnya KPU dalam hal ini adalah KPU yang terintimidasi.

Sementara itu, Anggota Komisi II DPR RI Henry Yosodiningrat mengatakan, pihaknya paham betul riwayat PKPU tersebut. Jika rapat konsultasi terkait dengan PKPU, baik pemerintah maupun DPR RI, sebetulnya menolak itu. Kemudian jika dikatakan sudah ada kesepakatan antara KPU, pemerintah dan DPR RI bahwa itu lebih kepada semangat antikorupsi. Namun jika dituangkan dalam PKPU nanti dulu.

Pasalnya, PKPU itu adalah di bawah undang-undang, sementara KPU adalah pelaksana undang-undang. Ketika membuat aturan PKPU itu tidak boleh bertentangan dengan peraturan yang lebih tinggi, tidak boleh bertentangan dengan UU tentang Pemilu. Sehingga apabila ada satu peraturan KPU yang bertentangan dengan undang-undang tentang pemilu maka batal demi hukum.

“Jadi tidak perlu dibatalkan, artinya dengan sendirinya tidak berlaku. Tetapi KPU tetap dalam istilah memaksakan kehendaknya. Saya katakan tidak berarti bahwa saya ini tidak antikorupsi, semua kita sepakat semangat antikorupsi, tetapi tidak boleh bertentangan dengan aturan yang lebih tinggi. Kecuali kalau yang bersangkutan sudah dijatuhi hukuman dan hakim yang mencabut hak politiknya untuk jangka waktu tertentu,” tegas politisi PDI Perjuangan itu. (danu)