Garis Lurus

Oleh: Jaya Suprana

SEJAK mulai menulis tentang berbagai ihwal yang terkesan baru padahal sebenarnya tidak baru namun terkesan baru sebab belum ada atau banyak yang menulisnya, maka saya sudah terbiasa dicemooh sebagai tua bangka bau tanah mengada-ada akibat kurang kerjaan.

Namun, akibat saya nekad terus menerus menulis agar yang nyemooh bosan sendiri, maka mencari sasaran cemooh yang lain ternyata naskah Kelirumologi Garis Lurus (29 September 2020) alih-alih dibanjiri cemooh malah dibanjiri kearifan yang melengkapi naskah yang jauh dari sempurna itu.

Kearifan Sains
Misalnya sahabat sepaham dalan humorologi merangkap mahaguru Kejawen, Darminto Odios Sudarmo menyampaikan pelengkapan indah secara arsitektural sebagai berikut: Kalau itu bisa dianggap garis lurus maka banyak sekali garis lurus pada cucuran air hujan dari genting di teras rumah. Khususnya di rumah-rumah kampung bukan saja rumah yang beratap gentiong tanpa talang tapi juga yang beratap blarak dan ijuk.  

Pemusik muda berbakat bagus, Yabes Febri menyempurnakan skeptisime tentang garis lurus alamiah dengan komentar bijak: Mungkin air mengucur dari kaleng bila diukur dengan alat ukur kelurusan yang standard bisa jadi juga tidak lurus.

Vice President The Institute for Combinarotic and its Appliances. DR. Kiki Ariyanti Sugeng mengemukakan fakta matematikal bahwa: Di geometri ada garis lurus yang jelas-jelas tidak lurus. Ilustrasi air terjun secara visual juga tampak tidak lurus. 

Sementara sang Begawan Sains Nusantara mantan Ketua AJI, Lukas Sumarso mengingatkan: Betul Pak Jaya, tidak ada garis lurus. Garis antara dua titik A dan B Juga sebenarnya garis lengkung. Garis lurus adalah ilusi mata. Teori Relativitas Umum Einstein menegaskan hal itu. Garis mengikuti ruang (dan waktu) yang melengkung.

Kearifan Spiritual
Dilengkapi wejangan mahaguru patriotisme saya yang mantan Dubes RI di Myanmar, Nurachman Oerip: Tentang garis lurus. Garis sejatinya selalu ada titik awal dan titik akhir. Garis itu sendiri terdiri dari rangkaian titik yang jumlahnya tergantung berapa panjang garis tsb. Titik awal dan titik akhir kiranya bisa diibaratkan seperti kelahiran dan kematian seorang manusia. Di situ jelas KUASA dan KEHENDAK TUHAN YMK berlaku. Sedangkan titik-titik yang lain adalah rangkaian ulah manusia ukir nasibnya. Saya paham keraguan awal Pak Jaya bahwa tidak ada garis lurus. Setelah panjenengan lakukan eksperimen. Baru yakin. Sebenarnya yang Pak Jaya saksikan pada waktu air mengucur dari dalam kaleng itu lurus, itulah Sunatullah. HukumNya. Maka dari itu sifat lurus tersebut perlu jadi pegangan hidup. Jangan sekali-kali melenceng, bisa tersesat. Ikutlah JalanKu Jalan Kebenaran. Sabda Nabi Isa Almasih a.s. Tunjukilah kami jalan lurus (ayat 6 SQ Al Faatihah). Jadi garis lurus adalah Das Sollen pada kehidupan kita, kendati kenyataannya, yakni Das Sein tidak demikian. Di situlah, ternyata KompasNya kita perlukan. SyaratNya Eling lan Waspada. Rahayu. (*)