Fintech

Kastara.ID, Jakarta – Cambridge Centre for Alternative Finance (CCAF) dari University of Cambridge Judge Business School, World Bank Group, dan World Economic Forum bersama-sama meluncurkan Studi Penilaian Cepat Pasar FinTech Global COVID-19 (Global COVID-19 FinTech Market Rapid Assessment Study). Studi tersebut mengungkapkan bahwa industri FinTech global terus tumbuh di tengah pandemi, dengan 60% perusahaan yang disurvei telah meluncurkan produk atau layanan baru atau mengembangkan produk yang telah ada sebelumnya. Namun, pertumbuhan FinTech lintas model bisnis, wilayah, dan pasar sangat tidak merata. Fintech masih menghadapi hambatan signifikan dalam operasi dan penggalangan dana. Penyelenggara FinTech juga mengisyaratkan perlunya lebih banyak dukungan peraturan dan pemerintah mengingat pandemik COVID-19 masih menjadi kendala bagi industri.

Riset ini didukung oleh UK Foreign, Commonwealth and Development Office (FCDO) dan Kementerian Keuangan Luksemburg. Diambil dari 1.385 perusahaan FinTech di 169 negara, data studi tersebut mengindikasikan bahwa 12 dari 13 sektor FinTech melaporkan pertumbuhan year-on-year (YOY) untuk paruh pertama tahun 2020 dibandingkan dengan periode yang sama sebelum pandemi di tahun 2019. Perusahaan-perusahaan melaporkan pertumbuhan rata-rata dalam jumlah dan volume transaksi sebesar masing-masing 13% dan 11%. Namun, dampak COVID-19 pada kinerja pasar tidak merata di seluruh sektor industri, geografi, dan bergantung pada tingkat perkembangan ekonomi serta ketatnya peraturan terkait COVID-19 di masing-masing negara.

Pembayaran Digital, Digital Savings, WealthTech, dan Digital Asset Exchanges secara global menunjukkan pertumbuhan di atas 20%, sementara sektor Digital Banking, Digital Identity, dan RegTech menunjukkan pertumbuhan yang lebih rendah dengan sekitar 10%. Satu-satunya sektor yang melaporkan adanya penurunan selama periode yang sama adalah Digital Lending (pinjaman online), yang volume transaksinya turun rata-rata 8%. Pinjaman online, sama seperti pinjaman bank, bersifat procyclical (ketika siklus ekonomi menurun maka penyaluran kredit pasti ikut menurun). FinTech yang memfasilitasi pinjaman online juga melaporkan penurunan rata-rata 6% dalam hal pemberian pinjaman baru dan melaporkan kenaikan 9% pinjaman yang menunggak.

Secara geografis, kawasan dengan pertumbuhan transaksi tertinggi adalah Timur Tengah & Afrika Utara (MENA) dengan 40%, Amerika Utara (21%), dan Afrika Sub-Sahara (21%). Hasil tersebut kontras dengan pertumbuhan transaksi sebesar 13% di Amerika Latin. Bahkan, studi tersebut menyiratkan pertumbuhan yang lebih lambat di Kawasan Eropa dan Asia-Pasifik. Selanjutnya, pasar FinTech dengan peraturan terkait karantina kawasan atau ”lockdown” akibat COVID-19 yang ketat memiliki rata-rata pertumbuhan transaksi 50% lebih tinggi daripada di negara-negara yang memiliki peraturan lebih longgar.

Variasi lebih lanjut juga terungkap saat membandingkan pasar dengan kemajuan ekonomi yang berbeda. Di pasar negara-negara berkembang (Emerging Markets or Developing Economies/EMDEs), penyelenggara FinTech melaporkan pertumbuhan rata-rata dalam jumlah dan volume transaksi masing-masing sebesar 15% dan 12%, dibandingkan dengan 11% dan 10% untuk penyelenggara FinTech dari negara-negara maju (Advanced Economies/AEs).

Pertumbuhan basis pelanggan dan transaksi untuk penyelenggara FinTech dari negara-negara berkembang selama paruh pertama 2020 diimbangi dengan peningkatan tantangan dan risiko operasional yang lebih besar dibandingkan dengan penyelenggara FinTech dari negara-negara maju. Perusahaan dari negara-negara berkembang cenderung melaporkan kebutuhan mendesak untuk dukungan peraturan atau intervensi dari pemerintah. Selain dapat dilihat dari sisi permintaan atau demand, kemampuan sebuah perusahaan FinTech dalam mencapai pertumbuhan dan ketahanan dapat juga dapat dijelaskan dalam kemampuan mereka untuk tetap gesit dan lincah dalam menerapkan perubahan dalam produk, layanan, dan kebijakan yang ada.

Dua per tiga dari perusahaan melaporkan telah membuat dua atau lebih perubahan pada produk atau layanan sebagai respons mereka terhadap COVID-19, sementara 30% lainnya melaporkan sedang melakukan proses yang sama. Selain itu, 92% perusahaan juga melaporkan telah meluncurkan atau sedang dalam proses meluncurkan produk atau layanan baru. Terlepas dari indikator pertumbuhan positif ini, COVID-19 masih menghadirkan risiko eksternal serta tantangan operasional dan pendanaan kepada perusahaan FinTech. Sekitar 40% dari perusahaan yang disurvei menunjukkan bahwa mereka telah memulai atau sedang dalam proses meningkatkan langkah-langkah keamanan dan pencegahan fraud sebagai respons mereka atas kondisi bisnis selama pandemi.

Tantangan operasional lain yang dilaporkan oleh perusahaan termasuk peningkatan 4% dalam penghentian operasional (downtime) agen atau mitra bisnis dan peningkatan 6% dalam transaksi, pertanyaan (queries), atau permintaan akses yang tidak berhasil. Lebih lanjut, FinTech melaporkan 6% kenaikan biaya terkait onboarding dan 9% terkait pengeluaran untuk penyimpanan data. Hasil survei menunjukkan bahwa penyelenggara FinTech yang beroperasi di negara dengan peraturan terkait COVID-19 yang lebih ketat menghadapi tantangan operasional yang lebih banyak dan biaya yang lebih tinggi daripada perusahaan yang berasal dari pasar dengan peraturan yang lebih longgar.

FinTech di negara-negara dengan peraturan yang lebih ketat cenderung melaporkan penghentian operasional agen atau mitra bisnis yang lebih tinggi (11% vs. 3%), atau mengalami transaksi yang tidak berhasil lebih sering (10% vs. 3%) daripada penyelenggara FinTech dari negara dengan kebijakan yang lebih longgar. Sejalan dengan tantangan tersebut, survei tersebut juga mengungkapkan bahwa posisi keuangan penyelenggara FinTech mengalami tekanan akibat COVID-19 dengan lebih dari setengahnya melaporkan dampak negatif pada cadangan modal. Sekitar 40% juga melaporkan bahwa pandemi berdampak negatif pada penilaian perusahaan mereka.

Prospek penggalangan dana di masa depan menunjukkan respons beragam, dengan 34% menunjukkan dampak negatif, 21% melaporkan dampak positif, dan 30% melaporkan tidak ada perubahan atau mengatakan terlalu dini untuk membicarakan hal tersebut. Dalam hal tanggapan regulasi terhadap COVID-19, perusahaan memang melaporkan bahwa mereka telah menerima bantuan, dengan 17% mendapat manfaat dari dukungan regulasi untuk e-KYC, 13% dari Uji Tuntas Pelanggan (Customer Due Dilligence) yang disederhanakan dan 12% dari dukungan onboarding jarak jauh. Perusahaan juga menunjukkan bahwa inisiatif inovasi regulasi telah menguntungkan mereka. 14% penyelenggara FinTech telah bekerja dengan kantor inovasi (innovation office) dan 6% telah berpartisipasi dalam regulatory sandbox. 24% responden menunjukkan kebutuhan mendesak untuk masuk ke regulatory sandbox dan 20% melaporkan sangat perlu bekerja dengan Kantor Inovasi FinTech.

Terkait kebutuhan mendesak untuk tanggapan regulasi, khususnya yang terkait dengan pengawasan, lebih dari separuh responden melaporkan pentingnya otorisasi yang lebih cepat untuk aktivitas baru, 31% menginginkan persetujuan produk atau layanan secara lebih sederhana, 30% membutuhkan proses Customer Due Diligence yang disederhanakan, 28% membutuhkan dukungan regulasit terkait onboarding jarak jauh, dan 26% membutuhkan pengawasan dan pelaporan yang tidak rumit.

Di negara-negara dengan kebijakan lockdown COVID-19 yang ketat, 21% perusahaan melaporkan telah mendapat manfaat dari dukungan peraturan untuk onboarding jarak jauh (dibandingkan dengan 15% di negara-negara dengan kebijakan yang lebih longgar), dengan lebih dari 45% perusahaan di negara-negara dengan kebijakan ketat melaporkan sangat membutuhkan manfaat ini (dibandingkan dengan 27% di negara dengan kebijakan yang longgar). Perusahaan dari negara berkembang juga cenderung melaporkan kebutuhan mendesak akan dukungan regulasi daripada perusahaan dari negara maju. Hampir setengah dari semua perusahaan dari negara berkembang melaporkan sangat membutuhkan otorisasi atau lisensi yang lebih cepat untuk aktivitas baru, 40% sangat membutuhkan persetujuan produk atau layanan yang disederhanakan dan 39% segera mencari dukungan regulasi untuk e-KYC.

“COVID-19 mempercepat perubahan perilaku orang dalam berinteraksi dengan layanan keuangan, yang telah menyebabkan kenaikan permintaan yang belum pernah terjadi sebelumnya dari negara-negara berkembang untuk melanjutkan transisi mereka ke keuangan digital yang aman dan inklusif. Walaupun studi tersebut menunjukkan hasil yang menggembirakan dari pertumbuhan FinTech, masih ada beberapa indikator peringatan. Beberapa perusahaan mengalami penurunan pada posisi keuangan mereka. Penyelenggara fintech juga mengkhawatirkan kemampuan mereka dalam meningkatkan modal di masa depan. Hal ini adalah sesuatu yang harus menjadi perhatian oleh komunitas FinTech mengingat peluang ekonomi yang signifikan yang diberikan oleh FinTech, ” kata James Duddridge MP, Menteri Inggris untuk Afrika di Foreign, Commonwealth & Development Office (FCDO).

“Studi ini mengungkapkan bahwa sebagian besar industri FinTech global tangguh dalam menghadapi pandemi COVID-19. Meskipun demikian, hasil tersebut harus diinterpretasikan dalam konteks ketidakseimbangan dalam pertumbuhannya, dan peluang industri harus disandingkan dengan tantangan yang dihadapinya,” kata Bryan Zhang, Co-Founder dan Executive Director Cambridge Centre for Alternative Finance.

“Fintech telah menunjukkan potensinya untuk menutup celah dalam penyampaian layanan keuangan kepada rumah tangga dan perusahaan di pasar negara berkembang,” kata Caroline Freund, World Bank Global Director for Finance, Competitiveness and Innovation.

“Survei ini menunjukkan bagaimana industri fintech beradaptasi dengan pandemi dan menawarkan wawasan bagi regulator dan pembuat kebijakan yang ingin mempromosikan inovasi dan meraup keuntungan dari fintech sambil mengelola risiko bagi konsumen, investor, stabilitas keuangan, dan integritas. Jelas bahwa COVID-19 telah mengganggu ekonomi global dengan dampak jangka panjang bagi perusahaan dan konsumen,” kata Matthew Blake, Head of Financial and Monetary Systems, World Economic Forum.

“Terlepas dari latar belakang yang menantang ini, FinTech telah terbukti tangguh dan mudah beradaptasi: berkontribusi pada upaya penyampaian bantuan pandemi, mampu menyesuaikan operasional dan menawarkan layanan untuk segmen pasar yang rentan, seperti bisnis mikro, kecil dan menengah, sambil mencatat pertumbuhan YoY di sebagian besar wilayah dunia. ” (mar)