Tuna Rungu

Kastara.ID, Jakarta – Menteri Sosial Tri Rismaharani memaksa seorang tunarungu untuk berbicara di depan umum. Sikapnya langsung mendapat kecaman dari berbagai pihak.

“Kecaman terhadap Risma tampaknya wajar karena dinilai tidak punya empati. Sebagai menteri sosial, seharusnya Risma memahami keterbatasan seorang tunarungu sehingga tak seharusnya ia memaksa untuk berbicara,” ungkap M Jamiluddin Ritonga, Penganat Komunukasi Politik Universitas Esa Unggul Jakarta, dalam kesempatan bincang kepada Kastara.ID, Sabtu (4/12) pagi

Tanpa empati, imbuh pengamat yang kerap disapa Jamil ini, Risma akan cenderung memaksakan kehendaknya. Celakanya, hal yang dipaksakannya itu dianggapnya sesuatu yang benar. Ia cenderung mengabaikan kebenaran di pigak lain. Di sinilah terlihat egoisnya seorang Risma.

“Risma harusnya paham, tunarungu akan merasa lebih nyaman menyampaikan sesuatu dengan isyarat (lambang non verbal), bukan dengan bicara. Hal itu sudah diingatkan, namun Risma justeru menunjukkan sikap tidak menerima,” papar penulis buku Riset Kehumasan ini.

“Di sini terlihat Risma memang sosok yang sulit menerima masukan dari orang lain. Risma terkesan sudah terbiasa one man show, sehingga mengabaikan masukan dari pihak lain,” ujar Jamil.

Menurutnya, selama menjadi Menteri Sosial, Risma memang lebih banyak kontroversialnya daripada prestasinya. Karena itu, selayaknya Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengevalusai Risma sebagai Menteri Sosial.

“Risma bukan membantu kabinet Jokowi, tapi justeru menjadi beban. Karena itu, Risma tampaknya menteri yang paling layak di-reshuffle,” pungkas mantan Dekan FIKOM IISIP Jakarta ini. (dwi)