Kabah

Kastara.id, Jakarta – Untuk pertama kalinya, Pemerintah Arab Saudi memberlakukan pengenaan pajak pertambahan nilai (PPN) sebesar 5 (lima) persen terhadap sejumlah barang atau jasa. Kebijakan ini pun berdampak pada Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) 2018.

Atas kenaikan PPN tersebut, Sekretaris Jendral Kementerian Agama (Kemenag) Nur Syam mengatakan bahwa pajak lima persen tersebut tetap menjadi beban jemaah dan tidak mungkin dibebankan pada negara.

“Jemaah haji-lah yang nanti akan menanggung terhadap biaya PPN lima persen itu, jadi tidak mungkin dibebankan kepada negara. Jadi pasti itu menjadi tanggungan jamaah haji kita,” kata Nur Syam, Jumat (5/1).

Menurutnya, secara normatif pemerintah tidak bisa menolak kebijakan yang diberlakukan suatu negara terhadap negara lain, seperti halnya kebijakan PPN lima persen Arab Saudi tersebut. Padalnya, semua negara pasti akan mematuhi kebijakan tersebut.

“Jadi, pasti semua negara akan mematuhi terhadap regulasi yang sudah dibikin ini. Karena secara normatif itu mengikat pada kita semua, tentu termasuk masyarakat Indonesia,” ujarnya.

Namun, lanjut Nur Syam, pihaknya saat ini sedang melakukan kajian untuk meringankan beban calon jamaah tersebut, sehingga BPIH 2018 tidak meningkat secara signifikan. Setelah melakukan pengkajian, kemudian akan dikaji lagi bersama Komisi VIII DPR RI. Seperti diketahui, Arab Saudi dan Uni Emirat Arab (UEA) mulai memberlakukan pajak pertambahan nilai (VAT) untuk pertama kalinya. Mayoritas barang mewah dan jasa akan dikenakan VAT atau PPN sebesar lima persen di sana.

Negara-negara Kawasan Teluk sudah lama menarik pekerja asing dengan kehidupan bebas pajak. Namun, kini pemerintah-pemerintah negara di sana ingin meningkatkan pendapatan Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) mereka karena rendahnya harga minyak. VAT mulai berlaku di Saudi dan UEA pada 1 Januari 2018. (nad)