Dana Desa

Kastara.id, Jakarta – Hingga saat ini sudah ada sedikitnya 900 kepala desa yang berurusan dengan hukum akibat adanya dugaan penyalahgunaan dana desa. Untuk meminimalisir kasus tersebut pemerintah menerapkan Sistem Keuangan Desa (Siskeudes).

Siskeudes merupakan aplikasi yang disiapkan untuk mengantisipasi penerapan UU nomor 6 tahun 2014 tentang desa, yang juga sebagai pedoman dalam sistem keuangan desa. Sistem ini dikembangkan oleh BPK.

“Komite IV apresiasi Siskeudes ini karena selaras dengan perhatian DPD RI dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK),” kata Wakil Ketua Komite IV Ayi Hambali ketika mengadakan RDP dengan BPKP, di Jakarta, Senin (5/2).

RDP ini menurut Ayi untuk mengetahui informasi lebih lengkap dalam pembahasan Sistem Keuangan Desa. Diharapkan hal tersebut dapat menjadi metode dan solusi dalam menyelesaikan permasalahan yang berkaitan dengan Keuangan Desa.

Ayi mengaku prihatin akibat dari pelaporan administrasi penggunaan dana desa, maka kepala daerah berurusan dengan hukum. “Sudah ada 900 kepala desa yang berurusan dengan hukum karena masalah pelaporan penggunaan keuangan desa,” katanya.

Menurut Ayi, hal ini harusnya bisa diantisipasi jika saja Siskeudes bisa diimplementasikan di daerah, sehingga laporan yang dibuat sesuai dengan perundang-undangan yang dikeluarkan oleh kementerian Keuangan, Kemendagri, dan Kemendes.

Menurut Ayi, kebijakan yang ada saat ini membingungkan dalam pertanggungjawaban penggunaan dana desa, sehingga diharapkan dengan siskeudes ini bisa menjadi solusi dalam pembuatan laporan.

“Selama ini kita beranggapan bahwa kebijakan dari kemendes, kemenkeu dan kemendagri membuat bingung dalam membuat laporan. Nah dengan aplikasi ini saya harap bisa diterima oleh ketiga kementerian  tersebut,” kata Ayi yang juga Senator asal Jawa Barat.

Di kesempatan yang sama Senator Maluku John Pieris, meminta agar pemerintah pusat memperhatikan sarana dan prasarana di daerah jika ingin menerapkan sistem tata kelola keuangan Siskeudes secara serentak  di Indonesia. dan soal pelaksanaan penggunaan dana-dana desa di daerah juga harus efektif dan transparan.

“Ketersediaan sarana prasarana seperti listrik dan komputer juga harus mendukung untuk penerapan Siskeudes,” kata John.

Menurutnya, bagaimana mereka bisa gunakan kalo suplai listrik itu cuma beberapa jam saja bisa diakses. Guru Besar Ilmu Hukum ini mengusulkan ke depan dianggarkan mesin pembangkit listrik di desa agar bisa melakukan pelaporan dengan sistem itu dengan seharusnya.

“Saya juga minta inspektorat daerah itu dibubarkan saja karena mereka itu di bawah kepala daerah, sehingga tidak punya wewenang yang kuat,” tegas John.

Sementara itu Senator Jawa Timur Budiono berharap agar pendampingan dari BPKP terus dilaksanakan secara berkelanjutan.

“Semoga BPKP meningkatkan pendampingan di daerah, karena akhir akhir ini banyak temuan BPK yang disebabkan kesalahan administrasi dan sebagainya, dan BPK pun melakukan dengan sistem sampling. Nah tim dari BPK pun tentu memiliki kekurangcermatan juga yang berpotensi merugikan daerah,” ucap Budi.

Dalam pemaparannya, Deputi Pengawasan Keuangan Daerah BPKP Gatot Darmasto, mengatakan bahawa aplikasi Siskeudes bisa diakses dengan gratis.

“Bersamaan dengan kebijakan dana desa, kami bangun aplikasi sederhana, dan ini gratis. KPK pun merekomendasikan Siskeudes di tahun 2016 kepada kepala daerah, begitu juga dengan Presiden juga menegaskan harus menggunakan Siskeudes dalam penggunaan keuangan desa,” terang Gatot.

Gatot juga menjelaskan ada 65.450 desa sudah mengunakan Siskeudes, jika dalam prosentase maka sudah sekitar 93.3% menggunakan sistem tata kelola keuangan ini.

Namun dalam pelaksanaannya Gatot juga mengakui bahwa ada beberapa kendala dalam penerapan Siskeudes. “Kami juga mengalami kendala sumber daya yang memiliki kemampuan di bidang teknologi, dan sarana yang buruk di daerah timur,” katanya.

Dalam keterangannya, Gatot mengatakan memberikan masukan ke Kemenkeu, Kemendes, dan Kemendagri soal tata kelola keuangan atau regulasinya,

“Jadi kami berkonsultasi juga dengan Kemenkeu, Kemendes, dan Kemendagri agar tata kelola keuangan ini bisa harmonis dengan regulasi yang ada. Kami juga berikan bimbingan konsultasi soal penggunaan dana desa, dan melatih sumber daya di desa agar terlatih dalam mengelola pertanggung jawaban dana desa,” terangnya.

Gatot menjelaskan juga bahwa ranah BPKP adalah tata kelola keuangan, bukan pengawasan, karena menurut Gatot pengawasan itu di ranah dari BPK dan Inspektorat di kabupaten kota. Sehingga tata kelola yang diarahkan oleh BPKP bertujuan agar pelaporan adminstrasi keuangan di desa baik, dan sesuai dengan peraturan perundagann dari Kemendagri dan Kemenkeu.

Di akhir rapat, Wakil Ketua Komite IV Ayi Hambali berharap agar Siskeudes bisa menjadi solusi pelaporan keuangan daerah. “Semoga ke depannya Siskeudes bisa diterapkan diseluruh Indonesia dan menghindari masalah hukum dikarenakan masalah pelaporan administrasi yang buruk,” tegasnya. (danu)