Pilpres 2024

Kastara.ID, Jakarta – Presiden Joko Widodo (Jokowi) menambah posisi Wakil Menteri Pendayagunaan Aparatur Sipil Negara dan Reformasi Birokrasi (Wamenpan-RB). Posisi tersebut sebelumnya tidak ada di kementerian itu.

Posisi wakil menteri tersebut disoroti Pengamat Komunikasi Politik Universitas Esa Unggul Jakarta M Jamiluddin Ritonga yang disampaikan ke redaksi Kastara.ID, Sabtu (5/6) pagi.

“Keputusan Jokowi itu tentu mengejutkan mengingat saat ini negara sedang kesulitan keuangan. Seharusnya negara berhemat agar rencana pembangunan tidak terganggu,” ungkap Jamil.

Di sisi lain, atas nama penghematan, PNS harus menerima THR dan Gaji 13 tidak penuh. Para PNS harus menerima keputusan itu meskipun harus mengelus dada.

Menurut Jamil, dengan bertambahnya wakil menteri, maka akan bertambah anggaran untuk Kementerian PAN-RB. Padahal sebelumnya sudah ada 15 wakil menteri yang tersebar di 14 kementerian. Ini artinya, kehadiran wakil menteri sungguh-sungguh membebani APBN.

“Jadi dapat dibayangkan berapa anggaran negara yang harus dikeluarkan untuk para wakil menteri. Anggaran yang dikeluarkan negara tampaknya tidak sebanding dengan kinerja mereka,” jelas mantan Dekan FIKOM IISIP Jakarta ini.

Bahkan publik hingga saat ini tidak mengetahui apa yang dikerjakan para wakil menteri. Publik hanya tahu kementerian yang memiliki wakil menteri kinerjanya juga tidak menonjol.

“Kementerian BUMN misalnya, yang mempunyai dua wakil menteri, toh kinerjanya biasa saja. Bahkan belakangan diketahui ada BUMN yang mengalami kerugian triliunan,” papar penulis buku Riset Kehumasan ini.

Jadi, sorotan terhadap penambahan wakil menteri sengaja diberikan kepada relawan atau tim sukses yang belum kebagian jabatan. Mereka hanya untuk duduk manis menikmati kursi empuk, bukan untuk meningkatkan kinerja kementerian.

“Hal itu tentu bertentangan dengan ucapan yang sering dilontarkan Jokowi. Katanya, ia menginginkan yang luar biasa, bukan yang biasa-biasa,” jelas Jamil.

Kalau hal itu benar diterapkan Jokowi, Jamil justru melihat seharusnya semua menteri yang mendampinginya masuk kriteria luar biasa. Menteri seperti itu tentu tidak membutuhkan wakil menteri.

Apalagi di setiap kementerian sudah ada Sekjen dan Dirjen. Mereka dapat melaksanakan fungsi dan tugas wakil menteri.

Pengajar Metode Penelitian Komunikasi ini melihat bahwa sesungguhnya secara fungsional jabatan wakil menteri tidak diperlukan. Sekjen dan Dirjen dapat mengerjakannya dengan baik. Bahkan kompetensi mereka bisa jadi lebih baik daripada wakil menteri yang ditunjuk secara politis.

“Atas dasar itu, Jokowi sebaiknya meniadakan jabatan wakil menteri, bukan malah menambah. Hal ini makin urgen mengingat keuangan negara yang lagi senin kemis,” tandas Jamil.

Masalahnya, apakah Jokowi berani melakukan itu? Secara politis, Jokowi tentu enggan melakukannya. (jie)