First Travel

Kastara.id, Jakarta – Kementerian Agama (Kemenag) secara resmi menjatuhkan sanksi administratif pencabutan izin operasional PT First Anugerah Karya Wisata (First Travel) sebagai Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umrah (PPIU).

Pencabutan izin dilakukan karena First Travel melanggar Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 79 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji. PP tersebut merupakan aturan turunan dari Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji.

“PT First Anugerah Karya Wisata dinilai terbukti telah melakukan pelanggaran Pasal 65 huruf a Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2012,” kata Kepala Biro Humas, Data dan Informasi Kemenag Mastuki melalui siaran pers yang diterima Sabtu (5/8).

Menanggapi pencabutan izin First Travel tersebut, Ketua Umum Asosiasi Penyelenggara Haji Umroh dan in-Bound Indonesia (Asphurindo) Syam Resfiadi Amirsyah menyatakan, keputusan tersebut sangat tepat, meskipun agak terlambat. “Akhirnya pemerintah sudah final dalam toleransinya,” kata Syam, Sabtu (5/8).

Menurut Syam, keputusan ini seharusnya sejak sistem penjualan harga Ponzi (jemaah berangkat umrah dengan uang setoran jemaah antrean berikutnya) dilakukan. Hal itu agar tidak ada korban-korban berikutnya.

“Tetapi dengan keluarnya keputusan tersebut akan jauh lebih baik daripada dibiarkan terus dan diberi waktu untuk mediasi. Sebab, First Travel memang tidak punya toleransi,” ujarnya.

Syam menegaskan bahwa keputusan ini sangat tepat. “Agar siapa pun yang berbuat sama dalam pemasaran berhati-hati dan siap mengubah cara pemasarannya agar tidak terjadi kerugian di pihak calon jemaah umrah,” kata Syam.

Kisruh penyelenggaraan umrah oleh First Travel mulai mengemuka ketika terjadi kegagalan pemberangkatan jemaah pada 28 Maret 2017. Dalam kejadian itu jemaah diinapkan di hotel sekitar Bandara Soekarno Hatta Cengkareng.

Sejak saat itu, Mastuki menerangkan, Kementerian Agama telah melakukan klarifikasi, investigasi, advokasi, hingga mediasi dengan jemaah. Upaya klarifikasi pertama kalinya dilakukan tanggal 18 April 2017. “Namun, pihak manajemen tidak memberikan jawaban,” ujarnya.

Pada 22 Mei 2017, Mastuki melanjutkan, Kementerian Agama mengundang pihak First Travel untuk mediasi dengan jemaah. Mereka mengirimkan tim legal namun tidak dilanjutkan. “Karena tim legal First Travel tidak dibekali surat kuasa,” kata Mastuki. Kemenag kembali memanggil First Travel pada 24 Mei 2017.

Upaya ini pun gagal karena pihak manajemen tidak hadir. Pada 2 Juni 2017, digelar mediasi antara pihak First Travel dengan sejumlah jamaah dari Bengkulu, pun tidak ada solusi yang bisa diberikan. Terakhir kalinya upaya mediasi dilakukan tanggal 10 Juli 2017, dan gagal karena manajemen tidak hadir.

Mastuki menambahkan, pada 21 Juli 2017 lalu, Satuan Tugas Waspada Investasi Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah memerintahkan PT First Anugerah Karya Wisata untuk menghentikan penjualan paket promonya karena ada indikasi investasi ilegal dan penghimpunan dana masyarakat tanpa izin.

Dalam hal kewajiban laporan, First Travel tidak pernah benar-benar menyampaikan data jamaah yang telah mendaftar dan belum diberangkatkan yang sudah diminta empat bulan lamanya. “Mereka juga menolak memberikan penjelasan rincian biaya paket umrah yang sering ditawarkan kepada masyarakat,” ujar Mastuki. (nad)