Mahkamah Konstitusi

Oleh: Maryono

Nasib uji materi ambang batas pencalonan presiden (presidential threshold) masih terkatung-katung. Meski uji materi syarat capres-cawapres itu sudah dilayangkan sejak Juni 2018, hingga sekarang belum ada kejalasan kapan perkara tersebut akan diputus Mahkamah Konstitusi (MK). Padahal batas akhir pendaftaran capres-cawapres kurang dari seminggu, yakni 10 Agustus 2018 mendatang.

Menurut analisis Anda, mengapa MK terkesan lamban menangani perkara uji materi presidential threshold? Sebagian kalangan menilai bahwa uji materi terhadap Pasal 222 UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu itu mempengaruhi konstelasi politik dalam menghadapi Pilpres 2019. Terutama soal belum jelasnya peta koalisi.

Ada yang menduga sejumlah parpol masih menanti sembari berharap MK menghapus presidential threshold 20 persen atau 25 persen suara sah nasional. Karenanya, sampai sekarang publik belum mendapat kepastian satu pasangan capres-cawapres pun yang bakal maju pada Pilpres 2019, meski pendaftaran capres-cawapres sudah dua hari dibuka.

Selain karena perkara presidential threshold, uji materi terhadap Pasal 169 huruf n UU Pemilu terkait masa jabatan wapres juga dinilai menjadi penyebab belum jelasnya cawapres Jokowi. Namun banyak kalangan menilai perkara presidential threshold lebih penting untuk didahulukan ketimbang tafsir masa jabatan wapres. Sebab, Pasal 168 huruf n menyangkut kepentingan orang per orang, khususnya Jusuf Kalla yang sudah dua periode menjabat sebagai Wapres. Sementara ambang batas pencalonan presiden dinilai menyangkut masa depan demokrasi.

Pertanyaannya, mengapa MK belum memutus perkara presidential threshold? Betul, saat ini MK masih disibukkan menangani puluhan puluhan sengketa Pilkada Serentak 2018 lalu. Apalagi batas waktu penyelesaiannya hanya selama 45 hari kerja sejak perkara teregistrasi. Sementara putusan uji materi presidential threshold tiada batasan waktu. Terlebih, Pasal 58 UU MK menyatakan, pada intinya, aturan presidential threshold tetap berlaku sepanjang belum ada putusan MK yang menyatakan bahwa ketentuan tersebut bertentangan dengan konstitusi.

Meski begitu, sebetulnya UU MK pun memungkinkan lembaga penjaga konstitusi itu memutus uji materi dengan cepat bila perkara tersebut sangat urgen untuk segera diputuskan. Lantas, apakah belum adanya putusan karena hakim MK menilai uji materi aturan presidential threshold tidak urgen?

Kalau benar demikian, rasanya penilaian tersebut sulit diterima nalar publik. Sebab uji materi presidential threshold dilandasi keinginan untuk menciptakan Pilpres 2019 yang lebih demokratis, yang memungkinkan rakyat lebih berdaulat dalam menentukan Presiden Periode 2019-2024.

Jika MK memutus perkara presidential threshold setelah berakhir batas waktu pendaftaran capres-cawapres, bisa jadi tudingan MK telah berkonspirasi semakin menguat. Jangan sampai lembaga penjaga konstitusi itu justru dianggap membiarkan aturan yang diduga membegal konstitusi! Apa pendapat Anda? (*)