Kastara.id, Jakarta – Tenaga Kerja Indonesia atau yang sering singkat (TKI) adalah pahlawan devisa, TKI adalah pejuang keluarga dan TKI adalah manusia-manusia yang suka berhijrah dengan menerima upah atas jasa yang telah diberikannya kepada perusahaan atau majikan. Jargon itu menjadi modal sekaligus spirit perjuangan bagi calon TKI yang akan mengadu nasib di luar negeri. Namun, jadilah TKI yang aman.

Menteri Ketenagakerjaan RI M. Hanif Dhakiri mengingatkan bahwa persoalan mengambil keputusan untuk menjadi TKI itu perlu persiapan-persiapan yang matang, baik persiapan fisik, mental. “Pelajari dulu prosedur serta syarat-syaratnya, lengkapi dokumen yang dibutuhkan, supaya menjadi TKI yang aman dan tidak terjadi apa-apa yang tidak diinginkan,” kata Menaker Hanif, di Jakarta, Senin, (5/9).

Menaker Hanif menjelaskan, berbicara masalah TKI, maka perlu menyimak beberapa tahap penempatan yang perlu diurai, yaitu tahap pra penempatan (tahap sebelum TKI/TKI perempuan berangkat), tahap penempatan (ketika mereka berada di negara tujuan), dan terakhir tahap purna penempatan (ketika TKI/TKI perempuan sudah kembali ke tanah air).

Selama ini, mayoritas permasalahan yang dihadapi oleh TKI bersumber dari dalam negeri itu sendiri, yaitu pada masa pra penempatan. Melihat dari beberapa kasus yang terjadi terdapat banyak penyimpangan yang dilakukan oleh calon TKI. Seperti pemalsuan identitas calon TKI, keterampilan dan kecakapan TKI yang tidak sesuai dengan bidang kerjanya, minimnya kemampuan berbahasa dan memahami budaya setempat, buruknya informasi, pelayanan dan perlakuan terhadap calon TKI dari aparatur birokrasi juga pihak PT.

Masih lanjut Menaker, pemerintah menganjurkan sebelum mengambil keputusan utuk mencari nafkah di negeri orang ada banyaknya para calon TKI lebih dulu mempelajari sebab dan akibat yang akan terjadi apabila memilih untuk berhijrah di negeri orang. “Mencari nafkah untuk menghidupi keluarga itu pekerjaan mulia. Tapi caranya juga harus benar,” ujar Hanif.

Dia mengatakan, kalau asal-asalan, dampak dari ini semua adalah tercorengnya wajah bangsa Indonesia dengan justifikasi bahwa TKI tidak berkualitas, dan lain-lain. Lebih dari itu, mekanisme pra penempatan yang nyatanya merugikan banyak calon TKI.

Selain tahap pra penempatan, juga mengenal tahap penempatan. Para TKI yang sudah sampai di negara tujuan, seharusnya bekerja sesuai kontrak kerja yang mereka tandatangani di tanah air. (npm)