Kastara.id, Jakarta – Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tjahjo Kumolo mengungkapkan penyebab masih adanya dugaan korupsi dari kalangan pemerintah. “Komitmen dan integritas antikorupsi dari seluruh stakeholder seperti pemerintah, masyarakat, dan swasta khususnya masih belum memadai,” kata Tjahjo, Senin (5/9).

Selain itu, belum seluruh Pemerintahan, khususnya daerah, menerapkan elektronik procurement (pengadaan) dan membentuk unit layanan pengadaan. “Masih rentannya birokrasi terhadap intervensi kepentingan. Hal ini masih kita lihat adanya berbagai kasus korupsi yang melibatkan birokrasi,” ujar Mendagri.

Misalnya, ia mencontohkan, kuasa pengguna anggaran atau panitia pengadaan tidak berdiri sendiri, namun melibatkan kepala daerah dan DPRD, bisa juga oknum pusat. Karena itu, kata Mendagri, perlunya penyempurnaan regulasi pengelolaan keuangan daerah terkait UU Pemda, ditambah pengaturan pajak dan retribusi daerah. Termasuk pengaturan pemberian hibah dan bansos. Lalu, pengaturan mengenai larangan kepala daerah untuk mempromosilan pejabat terpidana. “Dan penerapan E-Budgeting (penganggaran), khususnya dalam melihat pendapatan dan pengeluaran secara elektronik,” kata Mendagri.

Dari konstruksi di atas, kata Tjahjo, masih adanya korupsi bukan hanya karena oknum dengan sifat keserakahan, kekuasaan maupun kebutuhan sehingga korupsi. Namun karena masih adanya faktor kelemahan sistem pengendalian internal. Seperti membuka kesempatan dan adanya ketidaktahuan mempengaruhi potensi korupsi. “Oleh karena itu upaya untuk mendorong Pemda membangun komitmen antikorupsi disemua lini melalui penerapan zona integritas,” ujarnya.

Selain itu, unit pengendalian gratifikasi, whistle blower system. Juga melakukan instrumen pengawasan umum efektif sehingga resiko penyimpangan keuangan dapat dimitigasi. “Kemudian mendorong daerah mempetakan risiko dan rawan korupsi, serta membangun pengendalian yang dibutuhkan,” kata Mendagri. (raf)