Kastara.id, Jakarta – Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia sangat menyayangkan kebijakan pemerintah untuk menunda pembayaran Dana Alokasi Umum (DAU) dan Dana Bagi Hasil (DBH) yang dilakukan di Tahun 2016 dan berharap tidak terulang di tahun anggaran 2017. Hal itu diungkapkan para anggota DPD RI pada Rapat Kerja Komite IV, Tim Anggaran Komite I, II, dan III dengan Kementerian Keuangan di ruang rapat Komite IV, Senayan, Jakarta, Senin (5/9).

DPD RI juga berharap penundaan DAU serta DBH ini tidak terulang lagi di tahun 2017 serta harus ada transparansi dalam penghitungan dan pengalokasian DBH untuk makin ditingkatkan. “Sangat kami sayangkan kebijakan keuangan untuk menunda sejumlah bagian DAU kabupaten/kota di Indonesia. Tahun 2017 silakan kurangi anggaran yang lain, DAK bisa dikurangi, pembayaran utang luar negeri bisa dinegosiasikan untuk ditunda sebagian, itu tidak dilakukan oleh pemerintah, hanya mengambil gampangnya saja,” ujar Ketua Komite IV DPD RI Ajiep Padindang.

Pemerintah telah melakukan penundaan DBH pajak sebesar Rp 16,8 triliun untuk daerah yang mempunyai kapasitas fiskal dan saldo kas daerah, serta penghematan alamiah DBH Rp 4,1 triliun karena penurunan pendapatan negara yang dibagihasilkan. Selain itu penundaan penyaluran DAU dilakukan di 169 daerah sesuai PMK No.125/PMK.07/2016.

Ajiep menjelaskan bahwa dampak dari penundaan DAU dan DBH tersebut menyebabkan pembangunan daerah terhambat. Karena sebagian besar DAU (sekitar 60-80%) digunakan untuk pembayaran operasional, gaji, dan mobilitas daerah, sementara sisanya untuk infrastruktur. “DBH itu berdampak kepada kepastian APBD daerah, kapan mereka menentukan APBD-nya, diburu dari pusat untuk realistis, padahal dari pusat sudah tidak realistis dan pasti, bagaimana mau membentuk APBD yang realistis,” kata senator dari Provinsi Sulawesi Selatan tersebut.

Wakil Menteri Keuangan Mardiasmo meyakinkan para anggota DPD RI yang hadir pada rapat kerja tersebut bahwa DAU hanya ditunda, jika pemerintah sudah punya dana yang cukup maka akan dikembalikan di tahun 2016 atau dianggarkan untuk dibayarkan di tahun 2017 sebagai antisipasi. ”Sebagian DAU yang ditunda tadi, tidak mengganggu belanja pegawai, pilkada, dan bantuan provinsi ke desa, itu semua sudah aman. Jadi tidak ada daerah yang kas-nya shortage dan tidak bisa membayar belanja pegawai, semuanya sudah kita hitung, termasuk tunjangan kinerga pegawai,” ujar Mardiasmo.

Lebih lanjut Mardiasmo menjelaskan mengenai Tunjangan Profesi Guru (TPG) yang banyak ditanyakan oleh anggota DPD RI. Bahwa terjadi penghematan karena adanya penurunan jumlah guru bersertifikat dari 1.300.758 orang menjadi 1.221.947 orang (pensiun, mutasi, atau promosi), serta adanya sisa TPG tahun 2015 di rekening kas umum daerah Rp 19,6 triliun. “Tunjangan profesi guru dana-nya sudah ada di daerah jadi tidak kita kurangi, karena belum ada tagihannya saja. Kalau kita transfer lagi nanti kelebihan, karena dananya sudah ada semua. Kalau masih ada yang kurang, ya akan kita transfer karena dananya masih ada juga di pusat,” kata Mardiasmo. (rya)