Refiling Trafik Terminasi Internasional (RTTI)

Kastara.id, Jakarta – Kementerian Komunikasi dan Informatika melalui Direktorat Pengendalian Pos dan Informatika Ditjen Penyelenggaraan Pos dan Informatika (Ditjen PPI) melakukan penertiban terhadap pelayanan telekomunikasi yang berpotensi melanggar peraturan perundang-undangan.

Menurut Kepala Biro Humas Kemkominfo Noor Iza, penertiban tersebut secara khusus berkaitan dengan pemantauan dan pengecekan terhadap penyalahgunaan dan dugaan tindak pidana Refiling Trafik Terminasi Internasional (RTTI) dengan menggunakan jaringan Public Switch Telephone Network (PSTN) dan Global System for Mobile (GSM) yang berlokasi di Surabaya.

“Dugaan tindak pidana RTTI tersebut bermula dari laporan yang disampaikan oleh penyelenggara telekomunikasi nasional,” katanya melalui keterangan tertulis, Senin (4/9).

Dijelaskan, dalam pelaksanaan penertiban tersebut Tim Penertiban yang terdiri dari PPNS Ditjen PPI, tim Korwas PPNS Bareskrim Mabes Polri, Polda Jawa Timur, Polresta Surabaya dan pihak operator telekomunikasi.

Kegiatan penertiban terhadap pelaku RTTI dimaksud bertujuan untuk meciptakan ketertiban dalam penyelenggaraan telekomunikasi, menjamin kepastian hukum dan kepastian usaha di bidang telekomunikasi, serta menjamin kualitas layanan telekomunikasi kepada masyarakat pengguna telekomunikasi.

Dari hasil penertiban ditemukan penyalahgunaan trafik dengan rincian 460 nomor PSTN dan 1.910 nomor GSM yang dioperasikan dari empat lokasi, sebagai berikut Lokasi Jalan Embong Gayam no 27-29, Surabaya, Lokasi Jalan Pemuda No. 44, Surabaya, Lokasi Jalan Taman Ade Irma Suryani No 35 B, Surabaya, Lokasi Jalan Jagalan No. 79 L, Surabaya.

Keempat lokasi tersebut diperkirakan menghasilkan 30 juta menit trafik setiap bulan yang dioperasikan bekerjasama dengan mitra globalnya yang berada di Malaysia, Hongkong, Singapura, dan China.

Penyalahgunaan trafik terminasi internasional tersebut merupakan kegiatan pengalihan terminasi dan penyaluran trafik dari luar negeri secara tidak sah dengan menggunakan perangkat tertentu (SIMbox).

Pengalihan trafik secara tidak bertanggung jawab tersebut tidak hanya berpotensi mengurangi kualitas layanan terhadap konsumen, tapi juga berdampak merugikan operator telekomunikasi.

Potensi kerugian yang bisa dialami konsumen antara lain adalah menurunnya kualitas layanan yang bisa dinikmati konsumen akibat terjadinya network congestion, dan konsumen tidak dapat melakukan panggilan ulang karena calling line identification (CLI) tidak sesuai dengan panggilan yang masuk.

Sementara potensi kerugian bagi operator adalah berkurangnya pendapatan, CAPEX tidak sesuai dengan perencanaan operator, serta penurunan kinerja jaringan dan peningkatan keluhan pengguna kepada operator telekomunikasi akibat menurunnya kualitas layanan.

Dugaan pelanggaran yang disangkakan terhadap pihak yang mengoperasikan layanan telekomunikasi secara tidak sah tersebut dikaitkan dengan UU No. 36 Tahun 1999 tentang telekomunikasi adalah Pasal 11 ayat (1) dan Pasal 22 huruf a dengan ancaman hukuman berdasarkan pasal 47 dan pasal 50 berupa penjara maksimal selama 6 tahun dan atau denda paling banyak Rp 600 juta. (nad)