SMK

Kastara.ID, Jakarta – Tingkat pengangguran lulusan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) di Indonesia memang masih tinggi, namun sebenarnya jumlahnya menurun dibandingkan tahun sebelumnya. Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Muhadjir Effendy mengatakan, angka pengangguran yang masih tinggi ini disumbang dari lulusan SMK yang belum mendapatkan program revitalisasi SMK.

“Revitalisasi SMK baru dimulai di pertengahan tahun 2017 setelah ada Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 9/2016. Saya tidak bermaksud mencari pembenaran, tetapi lulusan SMK yang menganggur ini belum mendapatkan program revitalisasi. Karena itu kita harapkan dengan program revitalisasi ini, kita akan bisa menekan tingkat pengangguran SMK,” tutur Mendikbud dalam Rembuk Pendidikan Kejuruan SMK di Jakarta, Rabu (5/12).

Ia menambahkan, untuk mengatasi persoalan pada SMK perlu langkah-langkah radikal. Misalnya, Kemendikbud bersama Kementerian Koordinator Perekonomian mengubah strategi pembelajaran di SMK yang semula supply driven menjadi demand driven. Sebelumnya, SMK dibangun dengan tidak memperhatikan pengguna lulusan SMK, yaitu dunia usaha-dunia industri (DUDI).

“Kita susun sesuai kemauan sendiri, reka-reka sendiri, seolah-olah inilah bidang yang akan diserap oleh dunia usaha dan dunia industri. Dan itu sekarang kita balik. Kita minta supaya pihak pengguna, pemanfaat lulusan SMK yang menentukan, mulai dari kurikulum dan juga proses pembelajaran,” jelas Mendikbud.

Perubahan radikal tersebut saat ini terlihat nyata dengan intensifnya DUDI terlibat dalam merumuskan kurikulum untuk SMK. Wujud nyata juga tergambar dari bantuan-bantuan yang diberikan DUDI bagi keberlangsungan SMK untuk menghasilkan lulusan yang kompeten dan dapat langsung diserap di dunia kerja.

Sementara itu, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution dalam paparannya menekankan perlunya Kemendikbud menetapkan standar bagi pendirian SMK baru, meski perizinan pendirian SMK ada di pemerintah daerah. “Kalau pemerintah daerah tidak punya pegangan, tidak ada monitoring, tidak ada enforcement terhadap standar itu, maka semua akan bikin menurut kemampuan. Padahal tidak bisa seperti itu,” ungkapnya.

Lebih lanjut Darmin mengatakan, Presiden Joko Widodo memiliki perhatian yang besar terhadap SMK karena tingkat pengangguran lulusan sekolah menengah ini berada di posisi teratas. Kondisi itu perlu dibenahi melalui perombakan besar-besaran dalam pendidikan dan pelatihan vokasi, khususnya SMK.

“Perlu komposisi yang baik antara kurikulum yang normatif, adaptif, dan produktif. Antara belajar di kelas, belajar praktik, dan magang di lapangan, juga harus diubah komposisinya. Ini tidak bisa dilakukan tanpa dukungan dari sektor industri. Oleh karena itu, hubungan yang baik dengan sektor industri haruslah baik,” kata Darmin. (rat/put)