BMKG

Kastara.ID, Jakarta – Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Dwikorita Karnawati selama November 2020 lalu telah melakukan serangkaian kunjungan kerja ke sejumlah daerah di Provinsi DIY dan Jawa Tengah untuk memastikan peralatan operasional untuk monitoring kegempaan dan memberikan Peringatan Dini Tsunami tetap terjaga dan menghasilkan data yang akurat sebagai upaya mendukung mitigasi bencana.

Pengecekan dilakukan pada pembangunan shelter dan pemasangan Seismograph Mini Regional di berbagai lokasi, antara lain di DIY yaitu di Candi Abang yang berlokasi di Blambangan, Kabupaten Sleman, dan juga di Kecamatan Pundong, Kabupaten Bantul, serta di Jawa Tengah yaitu di Kecamatan Kretek, Kabupaten Wonosobo.

Kegiatan yang sama juga dilakukan Kepala Pusat Gempabumi dan Tsunami Rahmat Triyono di beberapa daerah di Buleleng, Bali. Begitu juga lokasi-lokasi lainnya seperti di Papua, Maluku, Sulawesi, NTT, NTB, Jatim, Jabar, dan wilayah Sumatera, pengecekan dilakukan oleh tim Pusat Gempabumi dan Tsunami.

Selain pengecekan pada pembangunan/pemasangan seismograph baru yang tahun ini ditargetkan terpasang di 39 lokasi, juga dilakukan pengecekan dan kalibrasi terhadap sensor-sensor seismograph, accelerometer, serta intensitymeter yang telah terpasang dan beroperasi sejak tahun 2009, yang berfungsi untuk merekam sinyal gempa bumi dalam sistem Peringatan Dini Tsunami Indonesia (Indonesia Tsunami Early Warning System – InaTEWS).

“Alhamdulillah, meskipun batas life time nya rata-rata hanya 10 tahun, namun sensor-sensor tersebut masih beroperasi dengan baik hingga saat ini, dan selalu terkalibrasi rutin,” jelas Dwikorita, Sabtu (5/12).

Dwikorita menambahkan, sejak tahun 2008 hingga 2018, Peringatan Dini Tsunami di Indonesia disebarkan oleh BMKG ke masyarakat melalui BNPB dan BPBD pada menit ke lima setelah guncangan gempa terekam seismograph. Sehingga waktu yang tersisa untuk proses evakuasi masyarakat masih 15 menit, apabila datangnya tsunami pada menit ke-20 seperti yang diskenariokan terburuk untuk tsunami akibat gempabumi megathrust di dasar Samodra Hindia sebelah selatan Pulau Jawa atau di sebelah barat Pulau Sumatera.

Perlu dicatat bahwa BMKG Jepang (Japan Meteorological Agency) sudah mampu memberikan Peringatan Dini Tsunami pada menit ke tiga setelah guncangan gempa bumi terekam seismograph, 2 menit lebih cepat daripada peringatan dini oleh Indonesia di tahun 2018. Saat itu Jepang merupakan negara tercepat di dunia dalam memberikan Peringatan Dini Tsunami.

Sejak 2019 BMKG Indonesia mulai mengembangkan Inovasi Teknologi dengan melahirkan Warning Receiver System New Generation (WRS -NG), sehingga BMKG Indonesia dapat memberikan informasi gempabumi pada menit ke-2 setelah gempa bumi dan Peringatan Dini Tsunami mulai menit ke-3 sampai menit ke-4 setelah gempa bumi terekam, seperti halnya Jepang.

Secara otomatis seketika peringatan dini tersebut dapat disebarluaskan melalui berbagai kanal komunikasi, baik melalui SMS blasting, media sosial @infoBMKG, telegram, Aplikasi Mobile Phone Info BMKG, Youtube, televisi, dan website.

Namun belajar dari pengalaman kejadian tsunami yang tidak lazim (inconventional tsunami) seperti yang terjadi di Palu pada 2018, waktu datangnya tsunami pada menit ke-2 dan ke-3, yang berarti lebih cepat dari Peringatan Dini, maka saat ini BMKG sedang berupaya agar dapat memberikan peringatan dini pada menit ke-2 hingga ke-3 setelah gempa bumi terjadi.

Bahkan juga disiapkan tambahan kanal komunikasi khusus melalui HT, agar Peringatan Dini dapat tetap tersebar ke masyarakat meskipun jaringan internet, telpon selular ataupun listrik lumpuh saat terjadi gempa bumi.

Fakta dan data telah menunjukkan bahwa Tsunami di Indonesia dapat terjadi secara tidak lazim, yaitu sangat cepat karena sumber pembangkit tsunami sangat dekat dengan pantai seperti halnya yang terjadi di Palu 2018 yang lalu, maka masyarakat tidak dapat bergantung pada kemajuan teknologi yang sudah ada, namun harus juga tetap terus memelihara dan menerapkan kearifan lokal yang sudah berkembang di masyarakat, yaitu penyelamatan diri secara evakuasi mandiri.

“Meski teknologi terus berkembang, tetapi belum bisa menandingi tsunami yang datangnya sangat cepat seperti kejadian di Palu, oleh karena itu kearifan lokal tetap harus diterapkan oleh masyarakat. Dengan kearifan lokal bahwa saat merasakan goyangan gempabumi, maka itulah peringatan dini, tidak perlu menunggu lagi peringatan dini dari BMKG atau menunggu sirene berbunyi, langsung segera lakukan evakuasi atau lari menuju ke tempat yang lebih tinggi dan aman,” ujar Dwikorita.

Menurut Dwikorita, teknologi secanggih apapun tidak akan berguna jika masyarakat tidak siap dalam mengantisipasi dan menghadapi bencana tsunami yang kemungkinan akan terjadi.

Selain mengecek sejumlah peralatan operasional, Dwikorita juga menyempatkan diri bertemu dengan kepala daerah dan pemangku kepentingan dalam penanganan bencana seperti BPBD.

Dwikorita beraudiensi dengan Bupati Cilacap Tatto Suwarto Pamuji di Kantor Bupati Cilacap. Dalam kesempatan itu Dwikorita menyerahkan Buku Katalog Gempabumi dan Tsunami kepada Bupati Cilacap. Selain ke Cilacap, Dwikorita beserta jajaran juga meninjau BPBD Kebumen dan Wonosobo, untuk mengecek peralatan BMKG yang telah terpasang.

Ia memastikan BMKG akan selalu mendukung BPBD dalam kesiapsiagaan menghadapi potensi gempa bumi – tsunami di setiap daerah serta untuk mengantisipasi cuaca ekstrem dalam mewujudkan zero victim.

Kepada Sekda Kabupaten Wonosobo One Andang Wardoyo terkait alat pemantau gempa bumi yang berlokasi di kantor Kecamatan Kretek, Wonosobo, Dwikorita menjelaskan bahwa utamanya untuk memantau gempa megathrust. Namun karena sistem tersebut merupakan jaringan nasional, maka manfaat sensor yang terpasang di Wonosobo tidak terbatas hanya untuk kabupaten tersebut.

Jaringan tersebut dimaksudkan agar cukup rapat dan representatif sehingga data yang dihasilkan juga akurat. Sensor di Wonosobo ini juga dapat memonitor patahan-patahan yang diduga masih bergerak aktif, yang ada di Pulau Jawa bagian tengah, sehingga gerakan-gerakan patahan yang sangat lokal dan dangkal di permukaan bisa terdeteksi.

Pada kesempatan itu, Dwikorita mengingatkan agar perlunya pemetaan wilayah dan penataan ruang di daerah yang rawan bencana baik bencana gempa bumi ataupun longsor di dataran tinggi tersebut.

Peninjauan dan cek peralatan juga dilakukan di Stasiun Geofisika Banjarnegara, Jawa Tengah. Inovasi yang dilakukan Stasiun Geofisika BMKG di Banjarnegara tersebut berupa Multihazard Early Warning System dalam tampilan WRS (Warning Receiver System) New Generation yang menampilkan multi informasi peringatan dini baik untuk cuaca, iklim dan gempabumi, serta perkembangan informasi terkait protokol kesehatan Covid-19. (ant)