PLN

Kastara.ID, Jakarta – Anggota Komisi VIII DPR RI, Mulyanto meminta pemerintah menunda keputusan yang akan melebur beberapa lembaga penelitian ke Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN). Baik badan penelitian maupun lembaga non kementerian. Mulyanto menilai rencana tersebut masih menjadi polemik. Sehingga jika dilaksanakan dikhawatirkan justru menimbulkan kegaduhan.

Saat memberikan keterangan, Kamis (6/1), Mulyanto menyarankan sebaiknya pemerintah melakukan moratorium guna memberikan jeda sebelum proses penggabungan lembaga penelitian ke BRIN benar-benar dilaksanakan. Jika dipaksakan dilaksanakan saat ini, Mulyanto menilai akan berpotensi menimbulkan kegaduhan.

Politisi PKS ini menilai selama proses peleburan, pemerintah bakal kewalahan. Munculnya polemik peleburan Lembaga Biologi dan Molekuler (LBM) Eijkman menurutnya hanyalah puncak gunung es. Mulyanto menuturkan ada pula laporan yang menyebut hampir 3 bulanan mantan peneliti Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) tidak memiliki pekerjaan yang jelas.

Hal ini setelah lembaga yang didirikan mantan Presiden BJ Habibie itu dibubarkan dan dilebur ke dalam BRIN. Mulyanto menyebut banyak pejabat fungsional dan perekayasa kebingungan tentang karir mereka ke depan. Kegaduhan tersebut menurut Mulyanto akibat perubahan struktur organisasi BRIN yang tidak disiapkan secara matang.

Peraih gelar Doktor di Tokyo Institute of Technology ini menambahkan, pangkal kekisruhan ini berawalnya dari berubah fungsi pengkajian dan penerapan teknologi dalam BPPT setalah dilebur ke dalam BRIN. Secara umum ia melihat semangat untuk melebur kelembagaan cukup tinggi. Namun sayangnya tidak disertai dengan manajemen sumber daya manusia (SDM) yang baik.

Kondisi tersebut otomatis akan mempengaruhi kinerja riset dan teknologi, termasuk riset vaksin Merah Putih yang dilakukan LBM Eijkman. Wakil Ketua Fraksi PKI DPR RI ini juga meminta BRIN tidak menganggap enteng persoalan kelembagaan dan SDM. Pasalnya hal itu bisa mempengaruhi kinerja riset. Pemerintah harus menata organisasi dan memetakan SDM secara seksama. Baik yang melibatkan peneliti maupun non peneliti dalam jumlah besar.

“Jangan grasa-grusu dan sradak-sruduk, jangan sampai hak mereka hilang atau terkurangi, karena semangat politisasi ristek,” ujar mantan Inspektur Jenderal (Irjen) Departemen Pertanian ini. (ant)