TBC

Kastara.id, Tangerang – Untuk meningkatkan sinergisme pusat dan daerah dalam mewujudkan Universal Health Coverage melalui Percepatan Eliminasi Tuberculosis, Penurunan Stunting, dan Peningkatan Cakupan serta Mutu Imunisasi, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI menggelar Rapat Kerja Kesehatan Nasional (Rakerkesnas) yang akan berlangsung hingga 8 Maret 2018 di Tangerang, Banten.

Menteri Kesehatan Nila F Moeloek menjelaskan, sinergisitas antara pusat dan daerah ini sangat penting untuk mewujudkan universal health coverage. “Tanpa daerah kita tidak akan bisa mencapai target,” kata Nila Moloek dalam Rakerkesnas di Tangerang, Selasa (6/3).

Menurut Menkes, sesuai data WHO Global Tuberculosis Report 2016, Indonesia menempati posisi kedua dengan beban penyakit TBC tertinggi di dunia di bawah India.

“Tren insiden kasus TBC di Indonesia tidak pernah menurun, masih banyak kasus yang belum terjangkau dan terdeteksi, kalau pun terdeteksi dan telah diobati tetapi belum dilaporkan,” ungkap Menkes.

Menurut Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kemenkes Siswanto, berdasarkan studi Global Burden of Disease, TBC menjadi penyebab kematian kedua di dunia. Angka TBC di Indonesia berdasarkan mikroskopik sebanyak 759 per 100 ribu penduduk untuk usia 15 tahun ke atas dengan jumlah laki-laki lebih tinggi daripada perempuan, dan jumlah di perkotaan lebih tinggi daripada di pedesaan.

Siswanto menyebutkan solusi yang bisa ditawarkan berupa peningkatan deteksi dengan pendekatan keluarga, menyelesaikan under-reporting pengobatan TBC dengan penguatan PPM, meningkatkan kepatuhan pengobatan TBC, perbaikan sistem deteksi MDR TBC (Klinik MDR TBC dengan jejaringnya) dan akses terapi TBC MDR, edukasi TBC pada masyarakat dan perbaikan perumahan, dan pemenuhan tenaga analis peningkatan sensitivitas Dx (melalui NS individual).

Kemudian terkait stunting, masalah ini telah menjadi perhatian Presiden Joko Widodo yang diungkapkan pada Rakerkesnas 2017 lalu. Saat itu Presiden Jokowi mengatakan bahwa tidak boleh ada lagi gizi buruk terjadi di Indonesia. Banyak faktor yang menyebabkan stunting di antaranya dari faktor ibu yang kurang nutrisi di masa remajanya, masa kehamilan, pada masa menyusui, dan infeksi pada ibu.

Faktor lainnya berupa kualitas pangan, yakni rendahnya asupan vitamin dan mineral, buruknya keragaman pangan dan sumber protein hewani, dan faktor lain seperti ekonomi, pendidikan, infrastruktur, budaya, dan lingkungan.

Pada 2010, WHO membatasi masalah stunting sebesar 20 persen. Sementara itu berdasarkan pemantauan status gizi 2015-2016, prevalensi balita stunting di Indonesia dari 34 provinsi hanya ada 2 provinsi yang berada di bawah batasan WHO tersebut. Untuk mengatasi hal ini, perlu intervensi spesifik gizi pada remaja, ibu hamil, bayi 0-6 bulan dan ibu, bayi 7-24 bulan dan ibu.

Selain itu diperlukan juga intervensi sensitive gizi seperti peningkatan ekonomi keluarga, program keluarga harapan, program akses air bersih dan sanitasi, program edukasi gizi, akses pendidikan, dan pembangunan infrastruktur.

Selanjutnya Siswanto menjelaskan, soal Imunisasi, kejadian luar biasa difteri dan campak yang baru-baru ini terjadi membuat pemerintah harus kembali menganalisa terkait cakupan imunisasi yang telah dilakukan, mutu atau kualitas vaksin yang ada, serta kekuatan surveilans di berbagai daerah. Namun demikian, cakupan imunisasi dasar lengkap di Indonesia pada 2015 hingga 2017 mengalami peningkatan.

Berdasarkan data dari Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit, Kemenkes RI, pada 2015 cakupan imunisasi secara nasional mencapai 86,5 persen pada 2016 mencapai 91,6 persen dan pada 2017 mencapai 92,4 persen. Usulan penajaman program penting dilakukan, yaitu berupa peningkatan cakupan imunisasi, edukasi kepada masyarakat dan advokasi pada pimpinan wilayah, dan membangun sistem surveilans yang kuat untuk deteksi kejadian penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi.

Ke tiga hal tersebut (TBC, Stunting, dan Imunisasi) mendorong pemerintah melalui Rakerkesnas ini untuk berupaya mengidentifikasi masalah dan menyusun upaya-upaya dalam rangka percepatan eliminasi tuberculosis, penurunan stunting dan peningkatan cakupan serta mutu imunisasi. (nad)