Kastara.ID, Jakarta – Kongres Luar Biasa (KLB) Partai Demokrat (PD) di Sibolangit secepat kilat memilih Moeldoko sebagai ketua umum (ketum). KLB dilaporkan hanya membutuhkan waktu lima menit untuk memilih ketum.
Namun pandangan berbeda disampaikan Pengamat Komunikasi Politik Universitas Esa Unggul Jakarta M Jamiluddin Ritonga, seperti diungkapkannya kepada Kastara.ID, Sabtu (6/3) petang.
Menurutnya, KLB ini tampaknya memang dirancang hanya untuk memilih Moeldoko sebagai ketum. Sebab, di lokasi KLB hanya terlihat manusia menggunakan kaos Demokrat bergambar Moeldoko.
“KLB ini semata ingin menggusur Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) dari ketum dengan cara kasar dan tak bermoral. Inisiator KLB berlindung di balik kekuasaan sehingga tanpa izin dari Polri dan Satgas Covid-19, dengan mulus dapat mengantarkan Moeldoko yang tidak memiliki KTA Demokrat jadi ketum,” papar pria yang kerap disapa Jamil ini.
Moeldoko pun tanpa malu menerima pilihan peserta KLB yang asal usulnya tidak jelas. “Mayoritas yang memilih Moeldoko itu tak memiliki hak suara,” sebut mantan Dekan FIKOM IISIP Jakarta 1996-1999 ini.
Menurut Jamil, KLB di Sibolangit sungguh-sungguh mempertontonkan demokrasi palsu. Semua direkayasa disebutnya hanya untuk mengantar Moeldoko sebagai ketum.
“Jadi, keterlibatan eksternal begitu terang benderang dalam KLB di Sibolangit. Alibi pemerintah tidak dapat mencampuri urusan internal Partai Demokrat menjadi tidak beralasan,” jelas penulis buku Tipologi Pesan Persuasif ini.
KLB ilegal ini, terang Jamil, juga menjadi catatan hitam bagi perkembangan partai politik di Indonesia. Siapa saja akan bisa melaksanaka KLB untuk menggusur ketum yang tidak mereka sukai.
“Dalam jangka pendek dan panjang, praktik seperti itu merusak tatanan demokrasi yang sudah dibangun dengan susah payah di Indonesia. Partai politik akan dengan mudah digoyang dengan alibi KLB, apalagi dengan dukungan kekuasaan,” tandasnya.
Praktik seperti itu, imbuh Jamil, seharusnya hanya ada di negara otoriter. Indonesia yang sudah menganut demokrasi, harusnya praktik seperti itu sudah tidak ditemui lagi.
Jamil pun menekankan bahwa pegiat demokrasi sudah pasti melihat KLB ilegal ini sebagai ancaman. Para petualang politik yang bersembunyi di balik kekuasaan harus dilawan agar KLB ilegal semacam itu tak terulang lagi.
Pengajar Riset Kehumasan ini menekankan bahwa Presiden Jokowi sudah saatnya mendepak Moeldoko dari KSP untuk menunjukkan bahwa Istana memang benar-benar tidak terlibat. “Tanpa tindakan nyata, tentu masyarakat akan mempersepsi keterlibatan Istana dalam mengantarkan Moeldoko menjadi ketum hasil KLB yang ilegal,” imbuhnya.
Di siai lain, Menteri Hukum dan HAM juga harus taat aturan dengan melihat keabsahan KLM di Sibolangit berdasarkan UU Partai Politik dan AD/ART Partai Demokrat. “Kepentingan politik harus ditanggalkan. Hanya dengan cara itu, pemerintah benar-benar netral dalam menilai hasil KLB ilegal tersebut,” pungkasnya. (jie)
Kastara.id,Jakarta - Pengamat politik dan militer Universitas Nasional (Unas) Selamat Ginting mengungkapkan sosok almarhum Prof…
Kastara.Id,Depok - Wakil Walikota Depok Imam Budi Hartono memberikan Sambutan dalam Kegiatan Scratch Day Celebration…
Kastara.Id,Depok - Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kota Depok, Jawa Barat Wili Sumarlin memastikan pemilihan…
Kastara.Id,Depok - Kali ini Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kota Depok, Jawa Barat secara resmi melantik…
Kastara.Id,Depok - Berdasarkan Nomor 015/BSS/PS/V-2024 TANGGAL 14 MEI 2024. Seluruh jajaran pengurus Perkumpulan Barisan Supian…
Kastara.Id,Jakarta - Pengamat politik Universitas Nasional (Unas) Selamat Ginting menegaskan, jurnalisme investigasi keberadaannya sangat penting…
Leave a Comment