DPR

Kastara.ID, Jakarta – Para buruh yang demo di depan gerbang DPR RI membawa foto Puan Maharani yang sedang menangis.

“Foto itu tampaknya sengaja dibawa para pendemo untuk mengingatkan Puan agar konsisten dalam merespons persoalan yang sama. Puan ditantang pendemo untuk juga menentang kebijakan Joko Widodo menaikkan harga BBM dengan tetesan air mata sebagaimana ia menentang yang kebijakan Susilo Bambang Yodhoyono,” papar M Jamiluddin Ritonga, Pengamat Komunikasi Politik Universitas Esa Unggul Jakarta, kepada Kastara.ID, Selasa (6/9) petang.

Menurut Jamil, tuntutan pendemo itu sangat wajar mengingat jabatan Puan saat ini sebagai Ketua DPR RI. Apalagi salah satu fungsinya mengawasi kebijakan yang diambil eksekutif.

“Untuk itu, Puan seharusnya mendengarkan sungguh-sungguh aspirasi rakyat terkait kebijakan yang diambil eksekutif. Kalau rakyat menolak kebijakan eksekutif, sudah seharusnya Puan memperjuangkannya untuk membatalkan kebijakan eksekutif tersebut,” jelas Jamil.

Jadi, Puan tidak seharusnya memahami kebijakan pemerintah menaikkan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) sementara mayoritas rakyat menolaknya. Di sini Puan jelas sangat tidak aspiratif dan tidak melaksanakan fungsi pengawasan.

“Kalau saat ini saja Puan sudah tidak aspiratif, tentu rakyat akan sulit menilainya layak menjadi presiden. Rakyat akan khawatir Puan akan mengabaikan suara rakyat bila nantinya menjadi presiden,” tandas pengamat yang juga mantan Dekan Fikom IISIP Jakarta ini.

Karena itu, bila Puan ingin sukses menjadi capres dan kelak akan terpilih, maka saat inilah momen yang tepat menunjukkan dirinya sebagai pemimpin yang aspiratif. Puan harus berani melakukan fungsi pengawasan dengan menolak kebijakan menaikkan harga BBM.

Jadi, lanjut Jamil, momen kenaikan harga BBM akan menguji kelayakan Puan sebagai pemimpin yang sesungguhnya. “Kalau Puan berani menolak kenaikkan harga BBM, maka ia layak menjadi capres pada Pilpres 2024,” pungkasnya. (dwi)