Tefkin

Kastara.id, Melbourne – Komunitas fintech teknologi finansial atau tekfin Australia menerima delegasi Indonesia yang terdiri dari regulator keuangan dan 16 perusahaan untuk membahas topik-topik terkini seputar inklusi keuangan dan upaya pertumbuhan industri tekfin yang lebih kuat. Acara ini diselenggarakan untuk membangun jejaring dan kerja sama yang lebih kuat antar dua negara dalam konteks industri tekfin.

Sebanyak 16 perusahaan Indonesia yang hadir dalam kesempatan ini merupakan pelaku usaha yang aktif di bidang peer-to-peer (p2p) lending atau pembiayaan, pembayaran dan investasi. Mereka hadir bersama pejabat senior dari Otoritas Jasa Keuangan dan Bank Indonesia dalam sebuah tur tiga hari di dua kota, Sydney dan Melbourne.

Indonesia berkembang sebagai pusat tekfin dan usaha rintisan (start-up) ke-2 terbesar di wilayah Asia Tenggara ditandai dengan adanya 53 proyek investasi di industri tekfin yang diprediksi akan selesai di tahun 20171 dengan total investasi senilai US$3 miliar yang dikucurkan untuk mendukung perusahaan tahap awal (early stage) dan start-up hingga tahun ini.

Di saat yang sama Australia memiliki industri tekfin yang sangat aktif dengan pertumbuhan jumlah perusahaan dari 100 menjadi 600 perusahaan di tahun 2014. Saat ini Start-up di Australia didominasi oleh tekfin dengan satu dari lima pendiri start-up  mengincar industri ini.

“Australia dan Indonesia memiliki ekosistem tekfin yang aktif dan dapat saling menguntungkan, kini kami mulai membangun hubungan di antara keduanya. Pasar kami sangat berbeda dan justru memberikan kesempatan besar untuk berinovasi jika kita dapat bekerjasama lebih erat untuk membantu para perusahaan mengerti pasar masing-masing.” jelas Danielle Szetho, CEO FinTech Australia.

Pertemuan ini akan berfokus pada isu inklusi keuangan yang dilihat oleh pemerintah Indonesia sebagai pilar utama dalam upaya mengurangi tingkat kemiskinan. Industri tekfin diidentifikasi menjadi salah satu potensi yang dapat mendorong inklusi keuangan, baik untuk dunia usaha maupun individual.

Industri tekfin yang berkembang di Indonesia dengan jumlah pelaku usaha sedikitnya 157 perusahaan, terus membangun lingkungan usaha yang menguntungan baik terkait regulasi, jaringan infrastruktur dan teknologi, hingga kesiapan pasar.

“Saya menyaksikan secara langsung potensi kerjasama antara pelaku usaha Australia dan Indonesia dalam membangun perusahaan teknologi, kita hanya perlu membangun relasi yang lebih erat untuk membuka kesempatan lebih besar lain,” ujar Andy Zain, Managing Director Kejora Ventures, sebuah perusahaan venture capital di Indonesia.

Perjalanan ini juga diisi oleh kunjungan ke hub start-up di Sydney yang terbesar di southern hemisphere. Rombongan delegasi Indonesia juga melakukan kunjungan ke perusahaan start-up inkubator, Stone & Chalk, yang berlokasi di Melbourne. Delegasi Indonesia pun mendapatkan kesempatan untuk belajar lebih lanjut mengenai $1 billion New Payments Platform (NPP) yang memungkinkan seseorang utuk melakukan pembayaran yang mendekati real-time dan kaya data (data-rich) dalam upaya untuk memenuhi kebutuhan ekonomi digital.

Inisiatif NPP ini direncanakan akan diluncurkan pada awal 2018 mendatang. Sementara pada bulan April 2017 lalu, Australian Securities and Investments Commission (ASIC) dan OJK juga telah menandatangani kesepakatan untuk mempromosikan inovasi layanan keuangan di masing-masing negara.

Kunjungan ini diinisiasi oleh FinTech Australia dan Asosiasi FinTech Indonesia yang implementasikan didukung oleh Department of Foreign Affairs and Trade, the Australia-Indonesia Partnership for Economic Governance, Austrade, pemerintah New South Wales dan Victorian, serta Stone & Chalk. (koes)